DAMASKUS (Arrahmah.com) – Pemimpin rezim Nushairiyah Suriah, Bashar Asad membantah bahwa Rusia, sekutu militernya, membuat keputusan untuknya.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Inggris, Mail on Sunday, yang dibawakan penuh oleh kantor berita pemerintah Suriah, SANA, pada Minggu (10/6/2018) Asad menanggapi pertanyaan tentang apakah Moskow sekarang mengontrol gerakan diplomatik dan militer Suriah.
“Mereka (Rusia) tidak pernah, selama menjalin hubungan kami, mencoba mendikte, bahkan jika ada perbedaan,” katanya, menurut transkrip wawancara SANA, yang diberikan dalam bahasa Inggris.
“Merupakan hal yang wajar untuk memiliki berbeda pendapat, baik di dalam pemerintah kami atau pemerintah lainnya; Rusia-Suriah, Suriah-Iran, Iran-Rusia. Dan di dalam pemerintahan ini, fenomena tersebut sangat alami, tetapi pada akhirnya satu-satunya keputusan tentang apa yang terjadi di Suriah dan apa yang akan terjadi, itu adalah keputusan Suriah sendiri,” kata Assad.
Dukungan Iran dan Rusia sangat penting bagi upaya perang Asad, tetapi agenda berbeda dari sekutu Assad di Suriah menjadi lebih jelas akhir-akhir ini ketika Israel menekan Rusia untuk memastikan Iran dan sekutu-sekutunya tidak berkuasa di negara mereka.
Pada Selasa pekan lalu, Reuters melaporkan bahwa penempatan pasukan Rusia di Suriah dekat perbatasan Libanon telah menyebabkan gesekan dengan pasukan yang didukung Iran.
Dalam wawancara tersebut, Asad juga mengatakan dia mengharapkan perang di negaranya akan berakhir dalam “kurang dari satu tahun” dan menyatakan kembali tujuannya untuk mengambil kembali “setiap inci” dari Suriah.
Dia mengatakan keterlibatan kekuatan asing seperti Inggris, Amerika Serikat dan Prancis memperpanjang konflik dan telah memperlambat resolusi terhadap situasi di wilayah Suriah barat daya yang dikuasai pemberontak.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Suriah dan pasukan sekutu telah merebut kembali daerah oposisi yang terkepung di Suriah, utara Homs, dan menghancurkan kantong pemberontak terakhir di dekat ibu kota.
Damaskus kini mengarahkan perhatiannya pada bagian-bagian Suriah barat daya yang dipegang oposisi yang berbatasan dengan Israel dan Yordania.
“Kami nyaris mencapai rekonsiliasi di bagian selatan Suriah dua minggu lalu, tetapi pihak Barat mengganggu dan meminta para teroris untuk tidak mengikuti jalan ini untuk memperpanjang konflik Suriah,” kata Asad.
Pemerintah Suriah mengacu pada semua kelompok yang menentang kekuasaannya sebagai teroris.
Amerika Serikat ingin mempertahankan zona “de-eskalasi” yang disetujui tahun lalu dengan Rusia dan Yordania. Sementara Asad ingin menjadikan daerah tersebut kembali di bawah kendali pemerintahannya. (Althaf/arrahmah.com)