BANGLADESH (Arrahmah.com) – Pasukan keamanan Myanmar telah melanjutkan tekanan mereka melalui pengeras suara di dekat perbatasannya dengan Bangladesh yang memerintahkan Muslim Rohingya untuk segera meninggalkan tanah tak bertuan yang berlokasi di antara kedua negara, ujar salah seorang pengungsi pada Ahad (20/5/2018).
Myanmar telah setuju pada Februari lalu untuk berhenti menggunakan pengeras suara untuk memerintahkan kaum Muslim yang terdampar untuk segera meninggalkan daerah itu dan menyeberang ke Bangladesh. Namun, pesan-pesan melalui pengeras suara berlanjut akhir pekan lalu tanpa peringatan, kata pemimpin komunitas Rohingya, memperburuk ketegangan di sepanjang zona perbatasan yang bergolak, lansir Daily sabah pada Senin (21/5).
“Mereka memainkannya beberapa kali kemarin, dan telah mengulanginya pagi ini. Ini sangat mengganggu dan menciptakan kepanikan,” ujar Muhammad Arif, salah satu pemimpin komunitas yang berkemah di tanah tak bertuan. Pesan-pesan itu yang disiarkan dalam bahasa Burma dan Rohingya, memperingatkan para pengungsi untuk “meninggalkan daerah itu di bawah yuridiksi Myanmar atau akan menghadapi tuntutan”.
“Kami adalah warga Myanmar. Ini tanah air kami. Kami punya hak untuk tetap di sini. Mengapa kami harus pergi ke tempat lain,” ujar pemimpin komunitas lainnya, Dil Mohammad.
Pasukan Myanmar juga menyebut Muslim Rohingya dengan sebutan “Bengali”, istilah yang digunakan oleh banyak orang di Myanmar yang mayoritas beragama Budha untuk merujuk kepada Rohingya, yang mereka anggap sebagai penghalang dari Bangladesh.
Kedua negara, Myanmar dan Bangladesh, telah setuju pada November lalu untuk mulai memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar, namun prosesnya terhenti dengan kedua pihak saling menyalahkan satu sama lain. Mereka yang tinggal di tanah tak bertuan, dan banyak di kamp pengungsi di Bangladesh, menolak untuk kembali ke Myanmar sampai keselamatan dan kewarganegaraan mereka terjamin dan kompensasi diberikan untuk ketidakadilan di masa lalu.
PBB telah menggambarkan kekerasan sistematis oleh Myanmar terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine sebagai genosida dan pembersihan etnis.
Sekitar 6.000 pengungsi dari minoritas yang teraniaya telah berkemah di tanah sempit sejak melarikan diri dari penumpasan brutal oleh militer di Myanmar barat Agustus lalu. Diperkirakan 700.000 orang Rohingya telah melarikan diri ke perbatasan menuju Bangladesh sejak tindakan keras militer diluncurkan di negara bagian Rakhine pada Agustus. (haninmazaya/arrahmah.com)