Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani | Pakar Kajian Akhir Zaman
(Arrahmah.com) – Bahasan seputar akhir zaman saat ini tidak bisa dipungkiri banyak menarik perhatian semua kalangan. Dari pejabat hingga masyakarat awam. Dari yang ekstrim kiri hingga yang ekstrim kanan. Dari kaum islamophobi yang menganggap kajian akhir zaman adalah ciri khas narasi kaum ekstrimis teroris, hingga mereka yang menolak dan menganggap para pengkajinya sebagai para peramal masa depan.
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيْلَةٌ، فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ يَقُوْمَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ
Jika hari Kiamat terjadi sedang di tangan salah seorang dari kalian ada tunas pohon kurma, jika dia mampu untuk tidak berdiri sampai dia selesai menanamnya, maka hendaklah dia mengerjakannya.[1]
Ada banyak hal yang harus kita luruskan terkait beberapa hal salah kaprah sebagian kaum muslimin dalam menyikapi hadits hadits akhir zaman.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Barat (PBB dan Amerika) melalui program Prevent Violent of Extrimism telah memasukkan narasi akhir zaman sebagai bahasan yang perlu di waspadai dan dicegah. Sebagaimana mereka juga mewaspadai narasi lain semisal jama’ah, imamah, bai’at, khilafah atau daulah. Barat menganggap narasi akhir zaman tidak bisa dipisahkan dari bahasan imam Mahdi dan Nabi Isa dengan khilafah rasyidahnya. Juga tentang kemenangan Islam di akhir zaman,. Tentang perang malhamah al kubra yang menghancurkan Romawi modern setelah sebelumnya Persia Raya dikalahkan. Narasi akhir zaman juga identik dengan kehancuran Yahudi dan dominasi ajaran Islam di seluruh dunia. Yang pasti, narasi akhir zaman tidak bisa dipisahkan dari janji-janji kemenangan umat Islam atas semua lawan.
Dalam ini, umat Islam ingin dijauhkan dari bahasan narasi akhir zaman yang benar. Akidah tentang janji kemenangan Umat Islam di akhir zaman tidak boleh menjadi keyakinan. Mereka ingin umat Islam lemah di hadapan lawan, bahkan menjadi keharusan bagi mereka untuk masuk dalam barisan lawan demi kemaslahatan duniawi mereka.
Jika fenemonenya seperti ini, maka menjadi keharusan bagi umat Islam untuk terus mengkaji dan mendalami keyakinan yang hendak ‘dimusnahkan” ini. Wajib bagi mereka untuk melawan propaganda anti nubuat akhir zaman. Umat Islam harus senantiasa mengobarkan semangat dan keyakinan akan janji kemenangan syari’at Allah di akhir zaman. Bukan hanya sebatas semangat dan yakin, namun umat Islam juga wajib untuk menempuh sunnah kauniyah akan hadirnya janji kemenangan itu. Sebab, walaupun janji Allah akan kemenangan agama-Nya adalah sebuah keniscayaan, namun Allah akan memberikan janji kemenangan itu kepada mereka yang mau menepati perintahnya. Allah berfirman:
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (An-Nuur [24]: 55)
Namun, walau bahasan narasi akhir zaman telah menjadi ancaman musuh-musuh Islam, di sisi lain narasi akhir zaman juga bisa menjadi bumerang bagi umat Islam. Salah kaprah dalam menyikapi nubuat akhir zaman bisa membuat sebagian Umat islam menjadi apatis dan tidak realistis dalam memandang kehidupan.
Jika sebagian umat Islam ada yang skeptis dengan hal hal yang bersifat nubuat akhir zaman, namun ada juga yang menjadikan bahasan akhir zaman sebagai rujukan dan ‘panduan teknis’ beramal. Beratnya menghadapi fitnah akhir zaman membuat mereka menjauhi hal hal yang dianggap ‘terlalu sibuk’ mengurusi dunia. Ada yang kemudian memilih untuk uzlah dengan menjual asset assetnya. Ada yang tidak tertarik untuk melanjutkan kuliahnya. Ada yang sudah tidak lagi bergairah untuk memperbaiki kwalitas dan kwantitas ekonominya. Yang pasti, karena kiamat sudah dekat, maka semua hal yang berbau duniawi mereka jauhi.
Mari kita perhatikan bagaimana nabi berpesan agar kaum muslimin tetap bersemangat untuk menyongsong akhir zaman dengan torehan amal nyata dan prestasi yang boleh jadi mereka tidak bisa menikmatinya.
Rasulullah saw bersabda, “Jika hari Kiamat terjadi sedang di tangan salah seorang dari kalian ada tunas pohon kurma, jika dia mampu untuk tidak berdiri sampai dia selesai menanamnya, maka hendaklah dia mengerjakannya.[2]
Abdullah bin Salam RA berkata:
إِنْ سَمِعْتَ بِالدَّجَالِ قَدْ خَرَجَ وَ أَنْتَ عَلَى وَدِيَّةٍ تَغْرِسُهَا, فَلاَ تَجْعَلْ أَنْ تُصْلِحَهُ, فَإِنَّ لِلنَّاسِ بَعْدَ ذَلِكَ عَيْشًا
“Jika engkau mendengar bahwa Dajjal telah keluar sedangkan kamu sedang menanam bibit kurma maka janganlah kamu tergesa-gesa dalam penanamannya, karena masih ada kehidupan setelah itu bagi manusia.”
Yang jelas, sebelum datangnya kiamat kubra yang memusnahkan alam semesta, masih ada satu fase akhir yang akan dilewati umat Islam. Itulah fase kejayaan umat Islam dengan tegaknya Khilafah rasyidah ‘ala minhaji nubuwwah. Tegaknya kejayaan ini tentu tidak sim salabim, ada sunnatullah namun juga lekat dengan sunnah kauniyah. Memang tanpa kita terlibat sekalipun, janji kemenangan dan kejayaan Islam itu pasti akan tiba. Namun, yang justru kita khawatirkan adalah, dalam posisi seperti apakah ketika janji itu menghampiri kehidupan kita. Betapa menyedihkan manakala hari yang dijanjikan itu tiba, lalu kita menjadi manusia malang yang terlewat dari banyak kesempatan untuk menyuguhkan kwalitas amal terbaik, lantaran keteledoran kita dalam menyiapkan bekal. Wallahul musta’an
[1] HR. Ahmad, hadits no. 12907 [Al-Musnad (3/222)]; Al-Adawi berkata, “Hadits ini shahih.” [Shahîh Al-Musnad (563)].
[2] HR. Ahmad, hadits no. 12907 [Al-Musnad (3/222)]; Al-Adawi berkata, “Hadits ini shahih.” [Shahîh Al-Musnad (563)].
(samirmusa/arrahmah.com)