KAIRO (Arrahmah.com) – Sebuah video baru yang beredar dari Sharm El-Sheikh, Sinai Selatan, pada Jumat (11/5/2018) menggambarkan seorang lelaki tua yang berbaring di atas pasir dengan bantal biru, jelas-jelas tertekan. Di belakangnya adalah puing-puing rumah, yang baru saja dihancurkan.
“Anggaplah kami orang-orang Palestina,” dia berteriak seorang perwira yang mengenakan seragam militer yang membungkuk di atasnya, wajahnya tertutup kamera.
“Hal semacam ini hanya terjadi di Israel. Negara ini adalah satu-satunya negara yang menghancurkan rumah-rumah.”
“Kalian memperlakukan kami seperti teroris, mengapa kalian menanamkan benih terorisme di dalam hati anak-anak kami?” Dia bertanya kepada petugas itu.
“Siapa yang melakukan terorisme saat ini? Kalianlah teroris. Orang yang menghancurkan rumah kami tanpa alasan adalah teroris,” lanjutnya.
Video itu, yang difilmkan beberapa hari lalu, tidak dapat diverifikasi secara independen, menunjukkan setelah pembongkaran rumah di Sinai di mana tentara Mesir telah melakukan operasi kontraterorisme terhadap sejumlah warga yang diklaim memilikin afiliasi dengan Daesh. Tindakan kontraterorisme ini lebih tepat digambarkan sebagai perang terhadap warga sipil.
Kota-kota telah terisolasi satu sama lain. Sementara sekolah-sekolah, rumah-rumah, rumah sakit-rumah sakit dan lahan pertanian diratakan dengan tanah. Orang-orang, makanan, dan komoditas dasar lainnya telah dibatasi untuk keluar-masuk. Koneksi internet dan jaringan telah terputus, seperti halnya listrik dan air.
Sejak penggulingan Mohamed Morsi pada tahun 2013 Presiden Abdel Fattah Al-Sisi telah memperketat cengkeramannya di Semenanjung Sinai. Al-Sisi mendeklarasikan keadaan darurat di Provinsi Utara ini.
Human Rights Watch menghitung bahwa antara Juli 2013 dan Agustus 2015 pihak berwenang Mesir menghancurkan setidaknya 3.255 bangunan di sepanjang perbatasan dengan Gaza dan secara paksa menggusur ribuan orang sebagai bagian dari rencana untuk mengamankan zona penyangga dengan Jalur Gaza ini.
Aksi penghancuran rumah meningkat pada Februari tahun ini setelah peluncuran “Sinai 2018”, dorongan terakhir militer untuk memulihkan keamanan dan stabilitas ke daerah tersebut.
Al-Sisi berjanji untuk menghancurkan dan secara paksa mengusir penduduk dalam jarak lima kilometer dari bandara Al-Arish untuk menciptakan zona penyangga keamanan lainnya.
Namun demikian, kebijakan ini tidak disertai dengan penawaran akomodasi alternatif atau kompensasi bagi warga yang terkena dampaknya.
Awal pekan ini sebuah video beredar dari Sinai pusat di mana seorang bocah laki-laki yang dibungkus kain putih meminta untuk ibunya sebelum seorang prajurit menembak kepalanya. Petugas tentara cadangan Mohammed Amer mengumumkan di Facebook bahwa dia membunuh anak itu sebelum kemudian menghapus tweet tersebut.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia dan wartawan tidak diizinkan memasuki Sinai yang menyebabkan pemadaman informasi tentang kekejaman yang tengah terjadi di sana. (Althaf/arrahmah.com)