MOSKOW (Arrahmah.com) – Putaran kesembilan perundingan Astana tentang Suriah akan berlangsung pada pertengahan Mei, kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Sabtu (28/4/2018).
Menteri luar negeri Iran, Rusia, dan Turki akan memimpin pertemuan tersebut, kata Lavrov dalam sebuah konferensi pers, setelah pertemuan dengan menlu Turki dan Iran di Moskow.
“Kami telah membahas persiapan untuk pertemuan internasional kesembilan soal Suriah di Astana, yang akan kami adakan pada pertengahan Mei,” katanya.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menambahkan bahwa pertemuan itu akan membahas masalah-masalah politik dan kemanusiaan.
“Proses Astana sedang dipromosikan oleh semua negara yang berpartisipasi. Tiga negara akan mengadakan pertemuan tentang isu-isu politik dan kemanusiaan segera, pada pertengahan Mei,” katanya.
Selain itu, sebuah sesi kelompok kerja juga akan membahas pembebasan tawanan serta pertukaran tawan dan jasad, tambah Zarif .
Ketiga menteri menekankan bahwa proses Astana adalah satu-satunya pola yang mengurangi ketegangan di Suriah.
“Ini adalah satu-satunya proses yang menurunkan ketegangan untuk menghentikan pertempuran dan membawa Suriah menuju perdamaian. Keberhasilannya sangat jelas,” kata Zarif.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, “Ini adalah satu-satunya pola yang menghasilkan langkah konkret menuju perdamaian.”
Perundingan perdamaian Astana diluncurkan pada 23-24 Januari 2017, dengan tujuan untuk mengakhiri kekerasan dan memperbaiki situasi kemanusiaan di Suriah.
Kazakhstan telah menjadi tuan rumah delapan pertemuan yang dihadiri perwakilan dari tiga negara penjamin – Rusia, Turki, dan Iran – yang menengahi gencatan senjata di Suriah pada Desember 2016.
Pertemuan Sochi tahun lalu membahas kemajuan yang dibuat dalam pembicaraan damai Astana dan perubahan di zona de-eskalasi di seluruh Suriah.
Menlu Turki Cavuoglu mengatakan bahwa ada beberapa pihak yang ingin melemahkan proses Astana.
“Mereka yang mengkritik proses Astana dan hasil kongres Sochi mengejar tujuan yang berbeda. Mereka mencoba membuktikan bahwa mereka yang memutuskan segalanya di dunia saat ini. Sayangnya, itu sudah lama berlalu bagi mereka,” kata dia.
Secara terpisah, Rusia dan Turki setuju untuk kembali ke rezim non-visa untuk warga Turki yang memegang paspor tugas khusus dan pengemudi truk internasional, kata Lavrov.
“Kami berencana untuk memperluas kategori penerapan rezim non-visa dan kami sepakat untuk bergerak maju secara bertahap menuju tujuan ini,” kata dia.
Cavusoglu menegaskan bahwa kedua negara itu bertekad untuk mencabut penerapan visa.
“Tentu saja, perjalanan bebas visa atau bepergian hanya dengan kartu identitas membutuhkan kerja sama kami dalam beberapa masalah keamanan. Sudah ada tekad dan komitmen di kedua pihak dalam hal ini,” ujarnya sebagaimana dilansir Anadolu Agency. (fath/arrahmah.com)