Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani | Pakar Kajian Akhir Zaman
(Arrahmah.com) – Salah satu gambar meme (mim) yang banyak tersebar di banyak media tempel adalah poster Suharto dengan kalimat sindirian, “Masih enak zamanku tho? Wallahu a’lam, apa sebenarnya yang diinginkan dengan meratanya tulisan semacam itu beberapa waktu yang silam. Apakah era orde baru akan bangkit kembali, atau sekedar ungkapan bahwa kehidupan saat bukan semakin baik namun semakin memburuk. Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa zaman dimana hari ini kita hidup memang secara global mengalami kemerosotan dalam hampir seluruh lini kehidupan. Hutang negara yang mencapai titik psikologis masyarakat (dengan hutang di atas Rp. 3000 trilyun di akhir 2015, setiap bayi yang lahir harus menanggung hutang negara lebih dari Rp.10 Juta), pengangguran yang semakin meningkat hingga kemerosotan moral di titik yang paling parah.
Dari Zubair bin Adi ra, dia mengisahkan sebagai berikut:
أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنْ الْحَجَّاجِ فَقَالَ اصْبِرُوا فَإِنَّهُ لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kami mendatangai Anas bin Malik, lantas kami mengadukan ulah Hajjaj kepadanya. Maka dia pun berkata, “Bersabarlah kalian, tidaklah datang kepada kalian suatu zaman, melainkan zaman itu lebih buruk daripada zaman sekarang. Dan kondisi ini akan terus berlangsung hingga kalian semua bertemu Rabb kalian. Aku mendengarnya dari Nabi kalian.” (Al-Bukhari, Al-Fitan, hadits no. 7068)
Menengok pada kasus Islamophobia dan ketidakadilan pada hak hak umat Islam, maka warnanya lebih kelam. Derita mayoritas dan tirani minoritas, adalah kata yang mungkin sedikit mewakili kondisi umat Islam hari ini. Hak untuk hidup layak dan adil dalam beribadah dan bermuamalah sesuai dengan keyakinan agamanya banyak dirampas. Bahwa di era orde baru nasib Umat Islam juga menderita, namun tidak bisa dipungkiri bahwa tantangan internal dan eksternal umat Islam hari ini jauh lebih berat dan lebih komplek.
Realita riwayat di atas pada kehidupan para salaf
Dijelaskan dalam atsar tersebut bahwa sebab diriwayatkannya hadits ini oleh Anas bin Malik ra adalah adanya pengadukan sekelompok manusia atas nasib jelek mereka karena ulah Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Maka Anas ra mengabarkan kepada mereka bahwa apa yang mereka alami ini bukanlah perkara yang kebetulan atau muncul sesekali. Bahkan kondisi yang semakin buruk justru akan mereka alami hingga mereka bertemu Rabb mereka atau hingga hari Kiamat tiba.
Apa yang disebutkan oleh Anas ra ini juga diketahui oleh para sahabat yang lain. Yaitu ketika mereka mengetahui bahwasanya dengan wafatnya Rasulullah saw berarti kemunduran dalam hal agama mulai terjadi. Akan tetapi pada masa 2 khalifah yang pertama, Abu Bakar dan Umar rhuma, dalam batas tertentu agama serta sebagian besar orisinalitasnya masih bisa dipertahankan. Namun setelah itu gejala kemunduran dalam sikap beragama mulai menampakkan sinyalnya hingga mereka mengalami kekejaman yang dilakukan oleh Al-Hajjaj.
Sahabat Ibnu Mas‘ud ra suatu ketika bertanya kepada istrinya, “Mana yang lebih baik, kemarin atau sekarang?” Istrinya menjawab, “Aku tidak tahu!” Dia berkata, “Tetapi aku tahu, bahwa kemarin lebih baik daripada sekarang dan sekarang ini lebih baik daripada esok hingga tibalah hari Kiamat.” (Atsar ini dituturkan oleh Imam Al-Haitsami)
Ya‘qub bin Syaibah meriwayatkan dari jalur Thariq Al-Harits bin Hushairah dari Zaid bin Wahb. Zaid berkata, “Aku mendengar Ibnu Mas‘ud ra berkata, ‘Tidak akan datang suatu hari, melainkan hari itu kondisinya lebih buruk daripada hari sebelumnya hingga hari Kiamat tiba. Bukanlah yang kumaksud itu adalah kehidupan yang makmur atau melimpahnya harta, tetapi ketahuilah oleh kalian bahwa suatu hari tidaklah akan datang kepada kalian, melainkan hari tersebut lebih banyak kebodohannya daripada hari sebelumnya. Jika para ulama itu sudah pada mangkat maka semua orang akan menjadi sama, tidak ada lagi yang berani melakukan amar makruf nahi munkar. Maka, pada saat itulah manusia akan menemui kebinasaannya.”
Dari jalur Abu Ishaq, Ibnu Hajar juga meriwayatkan perkataan Ibnu Mas‘ud ra dengan redaksi: “lebih buruk daripada hari sebelumnya”, Ada orang yang berkata, “Bukankah kita telah merasakan kemakmuran selama setahun ini?” Maka pernyataan ini dijawab oleh Ibnu Mas‘ud ra, “Bukan itu yang aku maksudkan, tetapi maksudku itu adalah banyaknya ulama yang mangkat.”
Lebih buruk dalam hal kwalitas agama manusia, bukan dalam urusan harta dunia
Beberapa atsar dan riwayat di atas menjelaskan bahwa yang dimaksud buruk akhir zaman bukan dalam persoalan harta dan dunia. Boleh jadi hari ini kita lebih makmur ketimbang masa lalu. Namun riwayat di atas menjelaskan bahwa keburukan yang dimaksud adalah keburukan agama Seseorang. Ibnu Mas‘ud ra, “Tidaklah suatu zaman akan datang kepada kalian, kecuali kondisinya lebih buruk daripada zaman sebelumnya. Bukan seorang amir yang bijak dan adil yang aku maksud, atau penghasilan tahun ini lebih baik daripada tahun sebelumnya, tetapi para ulama serta ahli fikih yang berada di kalangan kalian semuanya pada mangkat, sedangkan kalian semua tidak menemukan pengganti mereka. Akhirnya banyak sekali yang mengeluarkan fatwa dengan akal mereka.”
Sedangkan dalam redaksinya yang lain, Ibnu Mas‘ud ra berkata, “Bukanlah yang aku maksud itu banyak-sedikitnya curah hujan yang turun, tetapi yang aku maksudkan adalah mangkatnya para ulama, sehingga banyak yang memberikan fatwa dalan perkara agama dengan akal mereka, dengan perbuatan inilah mereka telah membuat rapuh dan merobohkan sendi-sendi ajaran Islam.” [Fathul-Bârî (13/23)]
Ya‘qub bin Syaibah meriwayatkan dari jalur Thariq Al-Harits bin Hushairah dari Zaid bin Wahb. Zaid berkata, “Aku mendengar Ibnu Mas‘ud ra berkata, ‘Tidak akan datang suatu hari, melainkan hari itu kondisinya lebih buruk daripada hari sebelumnya hingga hari Kiamat tiba. Bukanlah yang kumaksud itu adalah kehidupan yang makmur atau melimpahnya harta, tetapi ketahuilah oleh kalian bahwa suatu hari tidaklah akan datang kepada kalian, melainkan hari tersebut lebih banyak kebodohannya daripada hari sebelumnya. Jika para ulama itu sudah pada mangkat maka semua orang akan menjadi sama, tidak ada lagi yang berani melakukan amar makruf nahi munkar. Maka, pada saat itulah manusia akan menemui kebinasaannya.”
Dari jalur Abu Ishaq, Ibnu Hajar juga meriwayatkan perkataan Ibnu Mas‘ud ra dengan redaksi: “lebih buruk daripada hari sebelumnya”, Ada orang yang berkata, “Bukankah kita telah merasakan kemakmuran selama setahun ini?” Maka pernyataan ini dijawab oleh Ibnu Mas‘ud ra, “Bukan itu yang aku maksudkan, tetapi maksudku itu adalah banyaknya ulama yang mangkat.”
Atsar-atsar di atas menerangkan dengan jelas kondisi buruk yang dimaksud, yaitu meliputi lemahnya nilai-nilai agama serta mangkatnya para ulama dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya, seperti kezhaliman, kefasikan, dan maraknya kebodohan. Kemudian semua pertanda ini benar-benar terwujud dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Dengan demikian, hendaknya setiap muslim merasa lebih gelisah atas urusan agamanya ketimbang dunianya. Sebab, inilah fitnah terbesar yang akan menimpa kepada mereka yang hidup di akhir zaman. Wallahu a’lam bish shawab.
(samirmusa/arrahmah.com)