WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat pada Rabu (31/1/2018) memasukkan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh ke dalam “daftar hitam teroris” dalam sebuah langkah yang meningkatkan ketegangan yang sudah tinggi setelah pernyataan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota “Israel”.
“Haniyeh memiliki hubungan dekat dengan sayap militer Hamas dan telah menjadi pendukung perjuangan bersenjata, termasuk terhadap warga sipil,” klaim Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan seperti dilaporkan MEE.
“Dia dilaporkan telah terlibat dalam serangan ‘teroris’ terhadap warga ‘Israel’. Hamas telah bertanggung jawab atas kematian 17 warga Amerika dalam serangan ‘teroris’.”
Haniyeh yang berusia 55 tahun, diangkat sebagai pemimpin Hamas pada Mei 2017, sekarang masuk ke dalam “daftar teroris” AS yang bisa membekukan asetnya yang berada di AS yang mungkin dimiliki dan melarang orang atau perusahaan AS melakukan bisnis dengannya.
Seorang juru bicara Hamas mengatakan kepada MEE bahwa menempatkan Haniyeh dalam daftar tersebut merupakan upaya untuk melegitimasi pendudukan “Israel” di Palestina.
Menempatkan pemimpin Hamas dalam daftar adalah “usaha yang gagal untuk memberikan tekanan pada perlawanan, dan tidak akan menghalangi kami untuk terus mempertahankan perlawanan sebagai alat untuk mengusir pendudukan”, ujar juru bicara tersebut.
“Keputusan AS ini mengungkapkan tingkat bias AS terhadap pendudukan ‘Israel’ dan partisipasi mereka dalam menolak hak-hak rakyat kami, dan keputusan ini adalah upaya untuk melegitimasi pendudukan,” ujarnya.
Para pemimpin yang melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina seharusnya masuk ke dalam daftar, dia menambahkan.
Departemen Luar Negeri AS juga menunjuk Harakat Al-Sabireen, kelompok yang beroperasi di Gaza dan dua kelompok Mesir, Liwa Al-Thawra dan Harakat Sawa’d Misr (HASM) sebagai organisasi “teroris”.
Tahun lalu, pemerintah Trump juga mempertimbangkan untuk memasukkan Ikhwanul Muslimin ke dalam daftar. Tetapi kelompok Muslim AS memperingatkan penetapan tersebut bisa digunakan untuk menargetkan semua Muslim di AS. (haninmazaya/arrahmah.com)