TEHERAN (Arrahmah.com) – Pemerintah Syiah Iran telah memperingatkan pendemo bahwa mereka akan membayar harga yang mahal jika demonstrasi terus berlanjut.
Dua pendemo tewas di kota Dorud pada Sabtu (30/12/2017) malam, namun tidak dilaporkan dengan pasti siapa yang bertanggung jawab atas kematian tersebut.
Kini pemerintah Iran telah melarang beberapa aplikasi media sosial, yang diklaim sebagai tindakan untuk menahan kerusuhan.
Presiden Iran, Hassan Rouhani mengklaim bahwa orang-orang di negara tersebut memiliki hak untuk melakukan demonstrasi, namun memperingatkan bahwa kekerasan tidak dapat diterima. Komentarnya pada Ahad (31/12) merupakan yang pertama sejak aksi unjuk rasa anti-pemerintah meluas, yang menjadi aksi terbesar sejak demonstrasi besar-besaran pada 2009, lansir Al Jazeera.
“Harus jelas bagi semua orang bahwa kita adalah orang-orang yang bebas. Menurut konstitusi dan hak warga negara, orang-orang bebas untuk mengekspresikan kritik dan protes mereka,” klaim Rouhani dalam komentar di televisi dari ibu kota Iran, Teheran.
“Orang memiliki hak untuk melakukan demonstrasi, namun demonstrasi tersebut seharusnya tidak membuat masyarakat merasa khawatir dengan kehidupan dan keamanan mereka.”
Aplikasi media sosial diblokir
Rakyat Iran mulai melakukan aksi unjuk rasa pada Kamis (28/12) di kota terbesar kedua di Iran, Masshad, menentang elit Iran yang mereka salahkan atas kesulitan ekonomi yang terjadi saat ini dan dugaan korupsi.
Aksi menyebar ke kota-kota lain termasuk Teheran, di mana bentrokan antara mahasiswa dan polisi dilaporkan terjadi pada Sabtu (30/12).
Pada Ahad (31/12), kantor berita Mehr melaporkan bahwa setidaknya dua pendemo tewas di Dorud, sebuah kota di Iran barat.
Pemerintah Iran pada Ahad (31/12) membatasi akses ke beberapa aplikasi media sosial, termasuk Telegram yang memiliki 40 juta pengguna, di mana mereka berupaya untuk menghentikan rincian yang disebarkan mengenai demonstrasi yang akan datang. (haninmazaya/arrahmah.com)