YERUSALEM (Arrahmah.com) – Ratusan orang Palestina berbaris melintasi Bethlehem dalam sebuah demonstrasi menentang pengakuan Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibukota “Israel”, saat kemarahan atas keputusan kontroversial tersebut terus menyebar ke seluruh wilayah Palestina yang diduduki.
Pasukan militer pendudukan “Israel” menembakkan gas air mata dan peluru karet ke pendemo di Bethlehem pada Kamis (7/12/2017), dan setidaknya tujuh pemuda Palestina terluka dalam bentrokan tersebut termasuk satu anak kecil, lansir Al Jazeera.
Pria, wanita, dan anak-anak berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut, yang juga diadakan di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur serta kota-kota besar di seluruh wilayah sepanjang hari.
Para pemimpin Palestina juga mengumumkan pemogokan di seluruh wilayah Palestina.
“Yerusalem dan Al-Aqsha [Masjid] sangat berarti bagi semua orang di sini, bahkan anak-anak,” ujar seorang reporter Al Jazeera yang meliput aksi demonstrasi.
Trump mengumumkan pada Rabu (6/12) bahwa dia mengakui Yerusalem sebagai ibukota “Israel” dan bahwa dia akan memulai proses pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke kota tersebut.
Tidak ada satu pun negara yang saat ini memiliki kedutaan besarnya di Yerusalem.
Yerusalem Barat direbut oleh “Israel” selama perang Arab-“Israel” pada 1948, ketika lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari rumah mereka, yang disebut oleh orang Palestina sebagai Nakba (malapetaka) ketika “Israel” didirikan.
“Israel” kemudian menduduki dan mencaplok bagian timur kota setelah kemenangan militernya dalam perang 1967, namun penguasaannya tidak diakui oleh masyarakat internasional.
Munther Amira, kepala komite koordinasi perjuangan rakyat yang berbasis di Bethlehem mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Yerusalem adalah “garis merah” bagi orang-orang Palestina.
“Keputusan ini bertentangan dengan hukum internasional dan melawan hak-hak kami sebagai warga Palestina,” ujar Amira, matanya merah karena terkena gas air mata saat ambil bagian dalam demonstrasi di Bethlehem.
“Bertahun-tahun negosiasi dalam proses perdamaian ini didasarkan pada solusi dua negara, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukota kami,” ujar Amira menambahkan bahwa keputusan tersebut akan memicu intifada baru.
“Trump tidak hanya mengumumkan bahwa Yerusalem adalah ibukota ‘Israel’. Dia telah menunjukkan kepada kita dengan jelas bahwa AS dan ‘Israel’ adalah sama.”
Beberapa warga Palestina dalam demonstrasi tersebut mengatakan bahwa mereka tidak pernah dapat mengunjungi Yerusalem.
“Israel” mempertahankan kontrol ketat atas akses ke Yerusalem dan orang-orang Palestina dari Tepi Barat dan Jalur Gaza memerlukan izin khusus yang dikeluarkan “Israel” untuk memasuki kota suci tersebut.
Selama aksi unjuk rasa tersebut, sekelompok pemukim ilegal “Israel” datang untuk menonton dan berdiri di belakang tentara pendudukan.
Pendemo lain, Ramzi (15), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa orang-orang Palestina “haus” akan Yerusalem dan menuntut Trump untuk secara resmi meminta maaf kepada rakyat Palestina.
“Kami siap mengorbankan diri untuk Yerusalem, saya siap untuk tidur di gang-gan Yerusalem sampai ia dibebaskan.”
Jihad (24) juga mengatakan bahwa sementara orang-orang Palestina telah bereaksi dengan kemarahan, namun respon mereka masih terbatas.
“Kami tidak memilki senjata atau pesawat untuk melawan tentara-tentara ini,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Kami tahu melemparkan batu-batu ini tidak banyak berdampak, namun ini adalah simbol penolakan kami terhadap keputusan Trump.”
Jihad menambahkan: “Bagaimana Trump bisa memberikan tanah yang tidak dia miliki?” (haninmazaya/arrahmah.com)