GHAUTAH TIMUR (Arrahmah.com) – Lebih dari 1.100 anak menderita kekurangan gizi akut di daerah Ghautah Timur yang dikuasai oleh pejuang Suriah, ujar UNICEF pada Senin (23/10/2017).
Berdasarkan survei yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir, badan tersebut mengatakan 1.114 anak menderita berbagai macam bentuk kekurangan gizi termasuk bentuk yang paling berbahaya yang dikenal sebagai malnutrisi akut parah, lansir Zaman
Alwasl.
Juru bicara Monica awad mengatakan penilaian dalam tiga bulan terakhir menemukan 232 anak menderita gizi buruk akut, tingkat kekurangan gizi yang memerlukan penanganan segera.
882 lainnya menderita malnutrisi akut sedang, dengan lebih dari 1.500 anak lainnya berisiko, ujar Awad.
“Selama tiga bulan lalu, telah terjadi dua kematian yang dilaporkan di antara para bayi, satu bayi perempuan berusia 34 hari dan seorang bayi laki-laki berusia 45 hari, karena kurang dalam pemberian susu,” ujar Awad kepada AFP.
“Ibu mereka juga tidak memiliki akses untuk makanan bergizi, membuat mereka lemah dan tidak bisa menyusui anak mereka.”
Sahar Dofdaa yang baru berusia 34 tahun, meninggal dunia pada Ahad (22/10) di rumah sakit di kota Hammourieh, Ghautah Timur. Foto-foto yang diambil oleh fotografer yang bekerja untuk AFP memperlihatkan seorang bayi kecil bermata lebar dan tubuh yang sangat kurus, hanya terlihat kulit yang menempel di tulang belulangnya.
Dia mencoba menangis, tapi tidak memiliki kekuatan untuk bersuara. Ibunya hanya terisak di dekatnya. Berat badannya kurang dari 2 kg. Ibunya terlalu lapar untuk bisa menyusui dan ayahnya yang hanya bekerja di toko daging, tidak bisa membelikan susu dan suplemen untuk anak mereka.
“Kebutuhan kemanusiaan sangat besar,” ujar Awad.
“Mereka membutuhkan makanan berkualitas, obat-obatan dan persediaan nutrisi.”
Hingga 400.000 orang diyakini tinggal di seluruh wilayah Ghautah Timur, salah satu benteng terakhir pejuang Suriah yang tersisa di Suriah.
Kawasan tersebut dikepung oleh pasukan rezim Asad sejak 2013, menyebabkan kekurangan pangan dan obat-obatan dan melonjaknya harga untuk barang-barang yang diproduksi secara lokal atau diselundupkan.
Konvoy bantuan sangat jarang bisa menembus kawasan tersebut, yang dulunya dikenal sebagai kawasan pertanian utama.
Pada 23 September, sebuah konvoy membawa makanan dan bantuan medis untuk sekitar 25.000 orang memasuki tiga wilayah yang dikepung di Ghautah Timur, menurut laporan PBB.
Tapi Awad mengatakan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan semua anak. (haninmazaya/arrahmah.com)