WASHINGTON (Arrahmah.com) – Hampir seratus orang pada Jum’at (8/9/2017) berkumpul di depan kedutaan Myanmar untuk memprotes penganiayaan yang terus berlanjut terhadap Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar barat.
Demonstrasi diselenggarakan oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), menyaksikan puluhan orang berkumpul mengangkat spanduk yang mengecam kejahatan militer Myanmar yang sedang berlangsung terhadap Muslim Rohingya, lansir MEMO pada Sabtu (9/9).
“Kami sangat khawatir dengan apa yang sedang terjadi di Myanmar terhadap minoritas paling teraniaya di dunia ini,” ujar Direktur Eksekutif CAIR, Nihad Awad.
“Karena etnis mereka, karena iman mereka dan karena siapa mereka.”
Oktober lalu, setelah serangan terhadap pos-pos perbatasan di distrik Maungdaw, pasukan keamanan Myanmar melancarkan tindakan keras selama lima bulan di mana sedikitnya 400 Muslim Rohingya dibunuh.
Kekerasan baru meletus di negara bagian Rakhine hampir dua minggu lalu ketika pasukan keamanan melancarkan operasi terhadap Muslim Rohingya, dan ribuan di antaranya telah dibantai.
Menggambarkan Muslim Rohingya sebagai satu-satunya minoritas terbesar yang dianggap tidak memiliki kewarganegaraan, Awad mengecam pemerintah Myanmar dengan mengatakan ia hidup di zaman batu dan memiliki mentalitas kesukuan.
Ia juga menyinggung pemenang hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, Awad mencatat bahwa ia adalah bagian dari kekerasan dan dia tidak mengerti mengapa Suu Kyi diberikan Nobel Perdamaian.
Awad juga mengecam Suu Kyi karena menyangkal kebrutalan yang terjadi di negaranya dan menyebutnya tak berperasaan. (haninmazaya/arrahmah.com)