(Arrahmah.com) – Rohingya, sebuah nama yang ramai diperbincangkan saat ini karena sederet berita, foto dan video yang menyesakkan dada. Beribu nyawa yang melayang hanya dalam hitungan hari. “ Antara 2 hingga 3 ribu muslim tewas dalam tiga hari terakhir akibat serangkaian militer Mynmar ke Arakan” ujar juru bicara Dewan Rohingya Eropa, Anita Stchot, seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (28/08). Tragedi memilukan inipun bukanlah yang pertama kali,bahkan telah berlangsung lama, . Namun, muslim Rohingya seakan terlupa sebagai satu tubuh dari muslim lainnya seperti sabda Nabi Shallalahu alaihi wa Sallam “Perumpamaan orang-orang yang beriman adalah bagaikan satu tubuh, bila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuh turut merasakanny“ (HR Bukhri dan Muslim). Rohingya ditolak keberadaannya di negeri-negeri saudara muslim mereka sendiri seperti di Bangladesh, Malaysia dan Indonesia.
Dengan fakta yang begitu terang benderang, dunia mendadak buta mata dan buta hati. Bandingkanlah sikap dunia internasional terhadap Rohingya dan berbagai kasus seperti Bom Paris yang dalam hitungan jam, media dibanjiri kecaman dan tekanan untuk mengusut pelakunya oleh pemimpin Negara-negara dunia. Bila kita mengingat sejarah kerusuhan di Timor Timur,2 kali kerusuhan di Dili, maka semua negara besar sepakat mengirim Pasukan PBB hanya dalam hitungan bulan, dan sejumlah Jenderal TNI AD RI disalahkan melanggar HAM. Tapi untuk kasus Rohingya, dengan pelanggaran HAM yang jauh lebih parah, PBB hanya membuat Tim Pencari Fakta Internasional yang diketuai Marzuki Darusman, dengan target Maret 2018 hasilnya. OKI sebagai Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam pun hanya merespon dengan menyerukan Myanmar untuk menghentikan genosida. Kepala Negara yang bersuara terang-terangan bahwa Myanmar melakukan genosida hanyalah turki ( Aljazeera News ), yang lain “ malu-malu mengecamnya. Misalnya Inggris yang mengecam hanyalah Sekretaris Kementrian Luar Negeri.
Mengapa tidak ada satu negarapun yang mampu menghukum Myanmar, bahkan PBB sekalipun? . Hal ini karena Negara-negara besar memiliki kepentingan disana. Merujuk laporan Departemen Perdagangan dan Investasi Inggris ( UKTI), wilayah Rakhine dan Sanghan menyimpan kandungan minyak senilai 3, 2 jut barel dan cadangan LNG yang sangat besar . Hal ini pun diketahui Korporasi dunia dibidang energy seperti Inggris, China, Amerika, UE, Korea Selatan dan sejumlah perusahan energy di Teluk.
Maka masalah Rohingya bukanlah masalah sementara seperti bencana alam yang hanya bisa hilang dengan bantuan dana dan doa kita,walau itu harus kita lakukan dengan maksimal untuk saat ini. Masalah disana adalah pembantaian yang secara sistematis dilakukan oleh militer Myanmar, tidak diakui etnis Rohingya sebagai warganegara karena berbeda agama dan etnis, sehingga diperlakukan seperti bukan manusia. Karena itu solusinya haruslah penghentian pembantaian itu, tapi siapa yang mampu melakukan ?.Tentu sebuah negara yang menjadikan ukhuwah Islamiyah sebagai pengikatnya, karena ia bisa menembus sekat-sekat imajiner dan tidak manusiawi yang bernama nasionalisme.
Negara independen yang pemimpinnya hanya takut pada Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti Khalifah Al Mu’tashim Billah yang dengan gagah berani memerintahkan jihad menaklukkan Ammuriyah untuk membela kehormatan seorang muslimah, dalam rangka melaksanakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan “ (TQS Al Anfal :72). Sungguh, bila Negara itu terwujud, Rohingya dan negeri-negeri muslim yang tertindas lainnya pun tak akan lagi terlupa.
Arimbi Kusuma,drg
(*/arrahmah.com)