YANGON (Arrahmah.com) – Myanmar pada Ahad (6/8/2017) menolak tuduhan bahwa pihaknya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis selama tindakan keras terhadap Muslim Rohingya tahun lalu. Mereka menuduh Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat klaim yang berlebihan dalam laporannya mengenai masalah tersebut.
Sebuah laporan PBB pada bulan Februari mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar menghasut sebuah kampanye yang mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis. Hal ini menyebabkan terbentuknya penyelidikan PBB yang diblokir oleh Myanmar.
Tim investigasi Myanmar dengan 13 anggota – dan dipimpin oleh mantan kepala intelijen militer dan sekarang Wakil Presiden, Myint Swe – tersebut telah diberhentikan oleh pemantau hak asasi manusia karena tidak memiliki independensi untuk menghasilkan laporan yang kredibel.
Berbicara kepada wartawan yang berkumpul di Yangon untuk menyelesaikan penyelidikan selama 8 bulan, Myint Swe mengatakan bahwa laporan PBB tersebut membesar-besarkan klaim tersebut dan menciptakan kesalahpahaman bagi masyarakat internasional.
“Tidak ada kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan, tidak ada bukti pembersihan etnis, seperti yang dituduhkan PBB,” klaim Myint Swe.
Dia menambahkan klaimnya bahwa, “beberapa orang dari luar negeri telah membuat berita yang mengklaim genosida telah terjadi, namun kami belum menemukan bukti apapun.”
Panel tersebut mengatakan bahwa PBB tidak mempertimbangkan “tindakan kekerasan” yang dilakukan oleh gerilyawan, namun malah berfokus pada aktivitas pasukan keamanan.
PBB tidak segera menanggapi permintaan untuk memberikan komentar.
Komisi Myanmar menyatakan telah menerima 21 keluhan dari warga desa tentang insiden pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran dan penyiksaan oleh aparat keamanan, namun keluhan tersebut tidak dapat diverifikasi.
“Kami membuka pintu bagi mereka untuk mengajukan keluhan ke pengadilan jika mereka memiliki bukti bahwa mereka menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, namun tidak ada yang mengajukan tuntutan hukum sampai sekarang,” kata Zaw Myint Pe, sekretaris panel tersebut.
Komisi tersebut menyalahkan kekerasan yang terjadi di negara bagian Rakhine terhadap gerilyawan, menuduh mereka memiliki hubungan dengan organisasi di luar negeri, yang “dibentuk untuk mengguncang dan merugikan Myanmar”. (althaf/arrahmah.com)