KUALA LUMPUR (Arrahmah.com) – Sebuah kelompok pro-moderasi yang terdiri dari etnis Melayu terkemuka telah mempertanyakan langkah pemerintah Malaysia untuk melarang sebuah buku yang diterbitkannya tentang Islam “moderat” di tengah kekhawatiran meningkatnya fundamentalisme Islam di negara ini, Asian Correspondent melaporkan pada Jum’at (28/7/2017).
Kementerian Dalam Negeri Malaysia melarang buku yang ditulis oleh kelompok yang didominasi mantan pegawai negeri senior, yang menyebut diri mereka sebagai G25, karena “mengganggu ketertiban umum”, lansir Malay Mail Online sehari sebelumnya (27/7).
Pemberitahuan pada Federal Gazette, tertanggal 27 Juli, mencantumkan larangan buku tersebut, yang berjudul “Menolak Bungkam: Suara-suara Moderasi Islam dalam Demokrasi Konstitusional” di bawah Perintah Percetakan dan Publikasi (Pengendalian Publikasi yang Tidak Diinginkan) No 12 tahun 2017 .
Juru bicara kelompok tersebut, Datuk Noor Farida Ariffin, mengatakan bahwa dia terkejut dengan larangan tersebut, mengingat dorongan pemerintah sebelumnya untuk mempromosikan konsep wassatiyyah (moderasi).
“Bagaimana sebuah buku berisi artikel yang ditulis oleh kalangan akademisi yang dihormati, ilmuwan Islam progresif dan aktivis sosial, mempromosikan pendekatan moderat terhadap Islam dan membahas tempat Islam dalam Konstitusi Federal kita, dianggap sebagai ancaman terhadap ketertiban umum?” ia mengatakan.
Noor Farida, seorang mantan hakim dan diplomat terkemuka ini, juga menyarankan waktu pelarangan yang patut dipertanyakan saat buku tersebut dirilis kembali pada bulan Desember 2015.
Pemerintah, katanya, seharusnya lebih menyukai buku tersebut karena ‘rasa’-nya yang “moderat”. Malaysia mempromosikan citra Islam moderat secara internasional, terlepas dari meningkatnya penerapan hukum Syariah di seluruh negeri.
“Saya belum pernah mendengar adanya insiden gangguan publik yang disebabkan oleh pembaca buku ini,” kata Noor Farida.
Pemberitahuan dari pemerintah tersebut menyatakan bahwa pencetakan, impor, produksi, penerbitan, penjualan, penerbitan, peredaran, distribusi, atau kepemilikan publikasi tersebut “cenderung merugikan kepentingan umum”, yang menyebabkan pelarangan nasional.
Noor Farida mengatakan kelompok G25 akan mencari penjelasan dari kementerian tersebut dan mengajukan banding atas larangan tersebut.
“Kami masih membahas hal ini di antara anggota kelompok kami, namun kami akan mengajukan banding dan meminta Kementerian Dalam Negeri untuk menunjukkan kepada kami dimana bagian yang merugikan yang menyebabkan ketertiban umum seperti yang mereka klaim,” katanya seperti dikutip The Star.
Noor Farida menekankan artikel dalam buku tersebut ditulis oleh pakar Islam dan demokrasi yang produktif. (althaf/arrahmah.com)