JAKARTA (Arrahmah.com) – Ratusan massa yang tergabung dalam Relawan Jakarta Anti Korupsi mendesak agak Komisi Pemberantasa korupsi (KPK) serius menangani berbagai kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mereka meminta KPK segera dibubarkan apabila tidak serius menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ahok.
“KPK telah menjadi alat politik kekuasaan, hal ini terbukti dengan berbagai kasus korupsi yang diduga melibatkan ahok, seperti kasus RS Sumber Waras yang merugikan negara Rp191 milyar, kasus korupsi reklamasi, serta Rusun cengkareng barat,” kata Koordinator aksi Ridwan Umar digedung KPK, Jakarta, Senin (5/6/2017), lansir Harian Terbit.
“Kami datang ke KPK agar kasus kasus korupsi yang diduga melibatkan Ahok, segera di usut tuntas. Ahok harus jadi tersangka, jika tidak KPK harus dibubarkan,” ujar Ridwan saat berorasi.
Ridwan juga mengritik kinerja lembaga anti rasuah ini yang mati suri lantaran tidak mampu menyelesaikan kasus korupsi ahok.
“Kami menilai kenapa KPK mati suri, karena mereka sudah di intevensi kekuasaan,” tegas Ridwan.
Jika KPK dibubarkan, menurut Ridwan, urusan pemberantasan korupsi bisa disarankan ke kepolisian maupun kejaksaan.
“KPK tidak profesional, maka kembalikan kewenangan pemberantasan korupsi ke kepolisian,” tandas ridwan.
Dalam aksi Relawan Jakarta Anti Korupsi, massa juga menyerahkan seekor ayam sebagai simbol kekecewaan atas kinerja KPK.
“Kami sangat kecewa atas kinerja KPK, karena itu, kami serahkan se ekor ayam sebagai simbol agar KPK segera menuntaskan kasus kasus yang melibatkan Ahok, jika tidak mampu bubarkan saja KPK atau membubarkan diri,” ucap ridwan saat menyerahkan ayam ke staf humas KPK.
Selain itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, juga mengkritik kinerja KPK yang tidak berani membongkar kasus reklamasi dan dugaan korupsi RS Sumber Waras.
Menurutnya, KPK seperti ditutup-tutupi, meski lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah membuat laporan adanya penyimpangan.
“Begitu juga banyak kasus-kasus besar yang cenderung dipetieskan atau dibatasi pada tersangka-tersangka tertentu oleh KPK, seperti BLBI, Hambalang, atau e-KTP,” kata Din dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (5/6/2017).
Sebelumnya, anggota Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi menyebut, ada penyimpangan dalam pembelian sebagian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
Eddy mengatakan, salah satu yang menyebabkan jelasnya penyimpangan itu terlihat dari status lahan yang telah dibeli oleh Pemprov DKI, tetapi saat ini masih digunakan oleh RS Sumber Waras.
“Sumber Waras sekarang siapa yang isi? Sekarang rumah sakit jalan enggak? Uang negara sudah terpakai tidak? Anda simpulkan sendiri, makanya saya bilang sempurna penyimpangannya. Enggak susah kok investigasi,” kata Eddy beberapa saat lalu.
Menurut Eddy, pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK membuktikan ada kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
“Bukan indikasi, ini sudah realize. Itu fakta. Auditor mengumpulkan fakta. BPK tidak pernah ngomong salah dan benar, tapi melihat fairness, wajar atau tidak,” pungkas Eddy.
(ameera/arrahmah.com)