(Arrahmah.com) – Ketika ummat Islam sedang bergembira menggelar pawai tarhib menyambut bulan suci ramadhan, tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah bom di pusat kota Jakarta, tepatnya di terminal bis dalam kota Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Bom, yang menurut saya high explosive, cukup mencabik-cabik tubuh pelaku hingga hancur dan juga menyebabkan beberapa korban dari pihak kepolisian.
Yang menarik disini, saya melihat ada kemajuan yang signifikan dari kualitas bom yang mereka buat dan rakit sebelumnya. Hanya dari segi target kita tidak sangsikan bahwa bom tersebut d lakukan oleh kelompok teroris yang selama ini berafiliasi dengan ISIS.
Kenapa kita dapat simpulkan itu adalah perbuatan ISIS atau di Indonesia biasa di sebut sebagai JAD ( Jamaah Anshar Daulah)?, Setidaknya ada beberapa indikasi bahwa itu adalah perbuatan ISIS dengan ciri sbb;
Pertama adalah dari penentuan target. Serangan tersebut masih bergaya lama yaitu menargetkan lambang dan simbol keamanan negara yaitu kepolisian, sebuah lembaga yang menjadi musuh nomer satu bagi kelompok terror ISIS. Mereka begitu tamak dan rakus menargetkan lembaga ini yang sebelumnya mereka vonis sebagai polisi murtad. Menurut mereka memerangi orang murtad lebih utama dari pada memerangi kafir asli, berbeda dengan pendahulunya ( Al-Qaeda) yang menargetkan simbol-simbol barat sebagai target serangan waktu itu. Menurut mereka yang telah terkontaminasi pemikiran ISIS, lembaga kepolisian di anggap lebih berbahaya karena mereka merupakan musuh yang lebih dekat dalam membahayakan kaum muslimin ( near enemy) ketimbang musuh jauh (far enemy) seperti Barat.
Kedua, ciri mereka adalah sistem acak ( random) dalam menentukan target. Mereka bisa menyasar ke siapa saja selama mereka temukan terget itu, bisa di jalan, kantor kelurahan, pos kepolisian, gereja, Masjid dan terminal. Sama seperti senior mereka di Iraq dan Al-jazair yang biasa mengebom fasos dan fasum seperti pasar atau masjid, taman bermain dll. Mereka melakukan operasi kejamnya karena menganggap bahwa indonesia adalah darul kufri karena tidak berhukum Syariat Islam yang jadi terget halal dan sah menjadikan wilayahnya arena pertempuran dan penghancuran. Hal tersebut diperparah dengan pemahaman yang salah bahwa jihad sudah sampai pada taraf fardhu a’in ( kewajiban individu) bagi siapa saja yang masih di sebut orang muwahid ( orang bertauhid). Mereka menganggap tidak sah keimanan dan keislaman kecuali mengkufuri, memerangi dan membunuh musuh-musuh mereka yaitu bala tentara polisi dan tentara mereka.
Ketiga, ciri lainnya adalah tidak memperhatikan pertimbangan maslahat dan mudharat, pertimbangan untung rugi, pertimbangan manfaat atau bahaya, hikmah dan kebijaksanaan, karena hal yang demikian itu memang sudah hilang dari diri kelompok ini. Tidak peduli korban jatuh dari kaum muslimin atau tidak, hal tersebut justru menguntungkan musuh atau tidak. Parahnya, hal itu dilakukan menurut keyakinan mereka sebagai amal sholeh, puncak ibadah paling mulia yaitu Jihad. Mereka tidak peduli bahwa hal tersebut membawa dampak buruk bagi Islam dan kaum Muslimin, membawa penderitaan bagi korban dan keluarga korban yang nota bene adalah kaum muslimin sendiri, dan parahnya mereka tidak merasa bersalah dan berdosa atas tindakannya, sebaliknya mereka anggap ini sebagai amalan mulia yang harus di langgengkan.
Bom Sebagai Pengalihan Isu
Ini jelas opini tidak bermutu dan tidak memahami pemahaman kelompok radikalisme, mencoba lari dari inti masalah, apatis, opini yang naif yang selama ini menafikan eksistensi kelompok yang berpotensi melakukan cara-cara biadab yang selama ini akrab dengan kelompok radikalisme. Tidak aneh, mereka memang kelompok yang berpotensi melakukan hal tersebut sebagaimana ciri-ciri di atas. Kita jangan menganggap remeh kejadian ini. Saya yang eks napiter menganggap ini adalah kesalahan cara berfikir dan korban doktrinasi teks-teks keagamaan yang sering di salahpahami selama ini. Faktanya memang kelompok ini ada dan eksis! Menafikan kelompok ini dengan tuduhan bahwa bom terminal Kampung Melayu adalah konspirasi, pengalihan isu dan kerjaan intelegen jahat adalah tuduhan prematur dan keji. Seakan-akan kita ingin mengatakan bahwa itu kerjaan intelijen untuk pengalihan isu politik yang sedang hangat saat ini. Bagi kami yang pernah akrab dengan dunia seperti ini, jelas bahwa hal tersebut memang berangkat dari motivasi keagamaan yang meluap-luap dan militansi tinggi, cinta mati syahid dan balas dendam terhadap terbunuhnya rekan-rekan mereka selama ini adalah bentuk Qishas ( pembalasan setimpal) kepada kepolisian.
Pertanyaannya, sampai kapan siklus kekerasan ini terus akrab ditelinga kita? Tentunya, kita butuh kerja keras dan militan dalam menghadapi kelompok radikalis destruktif yang justru mencederai program Jihad dan Dakwah Islam selama ini. Kelompok tersebut jelas pernah mengacaukan jihad di aljazair, Afghanistan, Yaman, Somalia, Mali dan terakhir Suriah. Kelompok ini menjadi biang kerok perpecahan sesama kaum muslimin di saat ummat ini rindu terhadap persatuan Islam.
Masih belum hilang dari ingatan kita, kelompok ini mengkafirkan peserta demo aksi bela ISLAM 1 (411,212 dst). Ghuluw dan tasyadud adalah musuh bersama (common enemy) kita saat ini. Sekirang yang diperlukan adalah assestment ulang dan evaluasi deradikalisasi yang di jalankan pemerintah saat ini yang cenderung parsial dan tumpang tindih. Kelompok-kelompok yang berpotensi melakukan amaliat butuh penanganan komprehensif, butuh progress penyadaran ( tauiyyah), serta counter narasi dan counter ideologi yang tepat, jika kita jujur ingin mengikis habis pemahaman takfiri yang destruktif ini.
Semoga tulisan ini menyadarkan kita semua, bahwa sikap ekstrim itu berbanding lurus dengan kepentingan musuh Islam itu sendiri, serta membahayakan misi Islam sebagai agama yang penuh dengan rahmat dan berkasih sayang kepada sesama kaum muslimin dan ummat manusia seluruhnya.
Ibadah jihad mempunyai kedudukan mulia yang bersanding dengan ibadah-ibadah dalam Islam lainya, yang mempunyai tempat dan waktu yang tepat, sehingga jihadnya menjadi pembebas manusia, dan menjadi penolong bagi kaum lemah. Selesai
Semoga bermanfaat dan mencerahkan!
*Dikuti dari Fb Muhammad Jibriel Abdul Rahman
(ameera/arrahmah.com)