JAKARTA (Arrahmah.com) – Pimpinan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) mengunjungi Komisi Yudisial (KY), Kamis (4/5/2017). GNPF MUI minta KY mengawasi proses peradilan perkara pidana penodaan agama dengan terdakwa Basuki TP alias Ahok.
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Laman Belaquran mewartakan, turut hadir dalam kunjungan ini Ketua GNPF MUI Ust. Bachtiar Nasir, Wakil Ketua GNPF MUI Ust. Zaitun Rasmin, Habib Muhsin, serta Tim Advokat dan Kuasa Hukum GNPF MUI. Hadir pula para tokoh dan ulama seperti Prof. KH Didin Hafiduddin, dll. Utusan GNPF MUI ditemui langsung oleh Ketua Komisi Yudisial Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum.
Ketua GNPF MUI Ust. Bachtiar Nasir menyampaikan hasil pertemuan saat konferensi pers usai pertemuan. GNPF MUI meminta kepada Komisi Yudisial agar hukum tidak diintervensi oleh kekuasaan dan berjalan sesuai aturan yang berlaku. GNPF MUI berharap proses peradilan bisa dijalankan seadil-adilnya.
“Di Komisi Yudisial kami sudah ketemu langsung dengan ketuanya. Ketua Komisi Yudisial sangat mengapresiasi GNPF yang membudayakan hukum dan tidak melakukan anarkisme”, ungkap beliau. GNPF meminta agar Komisi Yudisial benar-benar turut memantau proses peradilan pada tanggal 9 terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
Sementara Kuasa hukum GNPF-MUI Kapitra Ampera mengungkapkan bahwa kunjungan ini juga untuk mendorong Komisi Yudisial untuk selalu mengawasi.
“Kami mendorong Komisi Yudisial untuk terus mengawasi proses peradilan yang full dimension dan adanya dugaan intervensi,” ungkapnya.
Menurutnya, fakta di peradilan jelas bahwa semua saksi menyatakan kasus ini adalah penodaan agama, bukan penodaan golongan. “Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak melihat fakta peradilan sama sekali,” tegasnya.
GNPF MUI dalam hal ini mempersoalkan dua hal. Yang pertama adalah dasar dakwaan JPU yang seharusnya didasrkan pada Pasal 156 a namun JPU hanya mendakwa dengan Pasal 156. Yang kedua, tuntutan JPU yang dinilai tidak sesuai dengan rasa keadilan.
(azm/arrahmah.com)