JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku kecewa terhadap tuntutan jaksa atas terdakwa kasus penistaan agama, Basuki T. Purnama alias Ahok yang hanya menuntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
“Kami dari MUI sangat menyayangkan tuntutan jaksa. Kenapa jaksa tidak menerapkan hukum yang sebenarnya?” ujar Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Ikhsan Abdullah, dalam diskusi bertajuk Ahok, Jaksa dan Palu Hakim, di Jakarta, Sabtu (29/4/2017), sebagaimana dilansir Harian Terbit.
Dia menilai, tuntutan jaksa penuntut umum tidak tepat karena jaksa tidak menggunakan Pasal 156 (a) sebagai dasar tuntutannya yang ancaman pidananya maksimal lima tahun penjara, tapi jaksa malah memilih menggunakan Pasal 156.
Tuntutan JPU, lanjutnya, telah mengabaikan fatwa MUI yang menyatakan Basuki telah menistakan agama.
“Ini sekaligus mendelegitimasi produk hukum yang dikeluarkan MUI,” tegasnya.
Diketahui, jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun kepada Basuki karena menilai Basuki terbukti melanggar rumusan unsur pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 156 KUHP.
Menurut ketentuan itu, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan bermusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Basuki menjadi terdakwa perkara penodaan agama setelah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, ketika dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Al Quran Surat Al-Maidah 51 untuk membohongi. Pernyataan Ahok tersebut dinilai menyinggung perasaan Muslim, dan memicu serangkaian aksi besar dari organisasi-organisasi massa Islam.
(ameera/arrahmah.com)