JAKARTA (Arrahmah.com) – Pada diskusi publik ILC tvOne bertema “Merajut Jakarta kembali” Selasa (25/4/2017) malam, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, mengungkapkan kasus pidana penodaan agama terdakwa Ahok mengindikasikan ada intervensi pemerintah.
Indikator itu terlihat pada penundaan pembacaan surat tuntutan. Tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun ringan, yakni dengan dakwaan alternatif, bukan dakwaan pertama.
“Seharusnya JPU tuntut dengan penistaan agama,” katanya.
Kata Fadli kasus penistaan agama yang menjerat, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebagai terdakwa adalah murni perkara hukum.
“Kasus penistaan agama harus dinilai hukum murni, tidak ada kaitannya dengan pilkada. Kesalahan pemerintah, itu seolah-olah terkait. Ini fatal,” ujarnya.
Pada awal pemaparan, politikus Partai Gerindra ini, mengajukan tiga hal yang harus dilakukan pasangan gubernur-wakil gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, untuk merajut kembali Jakarta setelah sempat tercabik-cabik akibat dukung-mendukung Pilkada.
Membangun Jakarta, kata Fadli, harus dilihat dari tiga proses, yakni proses politik, kebijakan, dan hukum.
“Kita lihat bagaimana tiga proses itu berjalan. Kalau proses politik sudah selesai di Pilkada kemarin. Proses kebijakan dan hukum paling penting,” ucapnya.
Diketahui, tuntutan yang diberikan JPU saat sidang pembacaan tuntutan Kamis 20 April 2017 lalu, terdakwa penoda agama BTP alias Ahok dituntut dengan hukuman sangat ringan hanya satu tahun penjara dan dua tahun masa percobaan. Atas tuntutan itu, kemungkinan besar terdakwa Ahok tidak akan menjalani masa penahanan di dalam jeruji penjara. Praktisi hukum berpendapat tuntutan JPU tersebut sangat melukai rasa keadilan di mana kasus penistaan agama lainnya mendapatkan tuntutan yang maksimal.
(azm/arrahmah.com)