SAMARINDA (Arrahmah.com) – Ribuan umat Islam dari berbagai kota di Kalimantan Timur, Ahad (2/4/2017) memadati ruang utama sholat di Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center Samarinda, yang berada di Jalan Slamet Riyadi.
Umat Muslim yang mayoritas berpakaian putih itu berbondong-bondong untuk mengikuti tablig akbar yang merupakan rangkaian kegiatan Masirah Panji Rasulullah SAW yang digelar oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kalimantan Timur.
HTI menggelar masirah Panji Rasulullah SAW di 36 kota besar se-Indonesia pada April 2017, bertepatan dengan bulan Rajab 1438 H.
Kegiatan yang kesekian kalinya ini dilakukan sebagai bentuk sosialisasi berbagai simbol-simbol Islam. Terutama Al Liwa dan Ar-Raya atau Panji Rasulullah SAW. Ini juga digelar bersama dengan ide besar syariah dan khilafah. Karena Al liwa dan Ar Raya dengan syariah dan khilafah tidak dapat dipisahkan. Jadi Al Liwa dan Ar Raya di masa lalu menjadi symbol keberadaan atau eksistensi khilafah dan persatuan umat.
“Tujuan kegiatan ini tak lain agar simbol-simbol dan ide-ide utama itu semakin dikenal secara luas oleh masyarakat serta bisa dipahami. Kemudian juga bisa diterima dan diamalkan serta diperjuangkan sebagai jalan kebangkitan umat menuju terwujudnya Islam rahmatan lilalamin,” jelas Ustaz Rudi Harianto, Ketua DPD HTI Kaltim dalam ceramahnya.
Dalam acar tersebut, juga ada siraman rohiani dibawakan oleh Ustaz Rudi Harianto, Ustaz Muhammad Yusli, dari HTI Samarinda, Ustaz Nazarudin Ketua DPD II HTI Balikpapan, dan KH Muhammad Shiddiq Al Jawi DPP HTI
Humas HTI Kaltim, Adi Victoria menambahkan salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini adalah rendahnya pemahaman atau pengetahuan umat akan ilmu ke-Islaman. Hal inilan yang membuat jarak sangat lebar antara Islam di satu sisi dengan umat di sisi lain. Akibatnya, tidak sedikit umat Islam yang tidak mengenal atau tidak paham bahkan merasa asing terhadap ajaran agamanya sendiri. Salah satunya terhadap simbol-simbol Islam seperti Al Liwa dan Ar Raya.
“Rendahnya pemahaman umat akan ajaran Islam tentu berdampak sangat serius. Bagaimana umat akan mengamalkan ajaran agamanya bila ia sendiri tidak paham? Dan, bagaimana kerahmatan Islam akan bisa dirasakan bila ajarannya tidak diamalkan?,” urai tandas Adi.
Bagaimana pula umat bisa diharapkan untuk berjuang bersama bila mereka tidak paham apa yang harus diperjuangkan? imbuhnya.
Menurut Adi Victoria, panji tersebut adalah panji Rasulullah SAW, sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas Ra. Artinya “Rayahnya (panji peperangan) Rasul SAW berwarna hitam, sedangkan benderanya (liwa-nya) berwarna putih,” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majjah, at-Thabrani).
Kemudian ayat lain menyatakan, artinya, “Panji (Rayah) Rasulullah SAW. Berwarna hitam dan benderanya (Liwâ’) berwarna putih; tertulis padanya: Lailahaillallah muhammad rasulullah” (HR ath-Thabrani).
“Alih-alih mau berjuang bersama, yang terjadi sikap umat justru sebaliknya. Terhadap hal yang mestinya dijauhi malah didekati, mestinya ditinggalkan malah dikerjakan. Atau mestinya dibela malah dicerca. Mestinya dicinta, termasuk terhadap panji Rasulullah, malah dihina dan seterusnya,” pungkas Adi.*)