JAKARTA (Arrahmah.com) – Di persidangan ke 15 kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tp alias Ahok, ahli linguistik dari Universitas Indonesia (UI), Rahayu Surtiati Hidayat menguatkan bahwa terdakwa Ahok telah menistakan Agama. Demikian diungkapkan Koordinator Persidangan Tim Advokasi GNPF MUI Nasrulloh Nasution yang turut menyaksikan jalannya persidangan di Audotirum Kementrian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Sesuai keterangan ahli sudah menyimpulkan, bahwa perkataan Ahok di Kepulauan Seribu yang menyinggung Surat Al-Maidah 51 merupakan hasil pengalaman Ahok dari kegagalannya bertarung di Pilgub Bangka Belitung tahun 2007 silam.
“Secara jelas Ahok menuduh, kegagalannya dalam Pilgub tersebut akibat adanya selebaran yang beredar dan berisi seruan agar tidak memilih pemimpin non muslim sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat 51,” ujar Nasrulloh.
Dia mengungkapkan, pakar bahasa tersebut menerangkan, setiap perkataan tidak dapat berdiri sendiri dan selalu berhubungan dengan perkataan sebelumnya. Sehingga pengalaman kegagalan Ahok di pilgub Bangka Belitung 2007 silam akibat Surat Al-Maidah 51 itu menjadi pengalaman buruk yang kemudian dituangkan dalam bukunya.
“Pengalaman buruk Ahok dengan Surat Al Maidah 51 itu bukti penguat adanya unsur niat menista agama Islam,” kata Nasrulloh.
Menurut Nasrulloh, dalam persidangan sebelumnya, ahli pidana dan ahli agama Islam yang dihadirkan jaksa menjelaskan makna dibohongi surah al-Maidah 51, berarti surah al-Maidah dijadikan alat kebohongan dan ulama yang menyampaikan surah al-Maidah sebagai orang yang berbohong.
Nasrulloh mengatakan, Rahayu juga menjelaskan arti kata “orang” dalam kalimat dibodohin pakai surah al-Maidah 51 adalah ungkapan yang bermakna umum, tidak hanya bermakna elite politik. “Artinya, bisa juga bermakna ulama sebagai orang yang menyampaikan surah al-Maidah 51,” ujarnya.
Keterangan ahli bahasa ini, kata dia, sudah sesuai dengan keterangan ahli-ahli JPU, menguatkan fakta bahwa selain mengatakan surah al-Maidah 51 sebagai alat kebohongan. “Ahli juga mengatakan bahwa orang yang menyampaikan surah al-Maidah 51 sebagai orang yang menyebarkan kebohongan,” katanya, dikutip Harianterbit, Rabu (22/3).
Lebih lanjut, Nasrulloh mengatakan, ahli bahasa menerangkan pengalaman buruk Ahok dengan surah al-Maidah 51 yang kemudian dituangkan dalam bukunya berjudul Merubah Indonesia dan disampaikannya dalam pidato di Balai Kota dan di Partai Nasdem, adalah bukti penguat adanya unsur niat menista agama Islam.
(azm/arrahmah.com)