TORONTO (Arrahmah.com) – Muslim Rohingya Myanmar sedang mengalami “penyiksaan yang mengerikan” di tangan orang-orang yang seharusnya melindungi mereka, menurut laporan PBB yang dilansir BBC pada Sabtu (11/3/17).
Para pejabat tinggi PBB menggunakan istilah “kejahatan terhadap kemanusiaan” untuk menggambarkan perlakuan militer dan polisi Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
Yanghee Lee, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, berbicara dengan para pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri ke kamp-kamp Bangladesh. Dia menjelaskan rincian dari para pengungsi mengklaim bahwa kondisi mereka “jauh lebih buruk”.
“Saya akan mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan yang pasti terhadap kemanusiaan… oleh Burma, militer, penjaga perbatasan, polisi atau pasukan keamanan Myanmar.”
Lee sangat kritis terhadap pemerintah Myanmar, yang dipimpin oleh Aung San Sui Kyi, karena tidak mengambil kendali atas situasi yang terjadi di dalam negeri maupun oleh pejabat sendiri.
“Pada akhirnya, adalah pemerintah, pemerintah sipil yang harus menjawab kasus-kasus besar penyiksaan yang mengerikan dan kejahatan yang sangat tidak manusiawi yang telah mereka lakukan terhadap rakyat mereka sendiri.”
Pemerintah Myanmar sendiri, khususnya Aung San Suu Kyi, telah menolak untuk diwawancarai mengenai kasus ini. Mereka membantah pernyataan tersebut sebagai “berlebihan”.
Seorang juru bicara partai berkuasa menyatakan, “Kami tidak percaya itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini merupakan urusan internal, bukan urusan internasional.”
Ia lebih jauh menolak laporan PBB tersebut mengatakan “kadang-kadang PBB keliru.”
Sementara itu, pelapor khusus, Lee, menjelaskan, berdasarkan laporan saksi dari warga sipil, pihak keamanan menembaki warga Rohingya dan menculik serta memperkosa para gadis muda. Keterangan ini telah didukung oleh bukti satelit dan video.
Sejauh ini, lebih dari 70.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri Myanmar ke Bangladesh.
Temuan Lees akan disajikan ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa di mana ia akan meminta Komisi Penyelidikan resmi. (althaf/arrahmah.com)