Oleh: Muhammad Faisal (Bima – NTB)
(Arrahmah.com) – “Kita mengutuk keras aksi-aksi teror. Kita juga menentang kapitalisme dan pemiskinan sistematis yang meneror masyarakat. Kita juga mengutuk keras propaganda negatif terhadap Islam. Untuk membasmi terorisme harus membasmi biangnya (dominasi negara-negara Imperialis) dan mengusirnya dari negeri-negeri muslim”. Tegas Umar Syarifudin, Direktur Pusat Kajian Data – Analisis (PKDA).
Aksi peledakan Bom kembali terjadi. Kali ini di Kota Bandung, tepatnya di Taman Pandawa, Jalan Arjuna, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin pagi, 27 Februari 2017 (jpnn.com, 27/02/2017). Kali ini aksi tersebut diduga oleh polisi dilakukan oleh dua pelaku. Di mana pelaku pertama menghilang dengan “sengaja” meninggalkan motornya. Lengkap dengan STNK dan alamat pemiliknya! Sedangkan pelaku kedua yang membawa bom akhirnya tewas diberondong timah panas setelah aksi pelemparan bom dan pembakaran dramatis yang dilakukannya di kantor kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Bandung . Kapolda Jawa barat Anton Charliyan, bahkan langsung mengarahkan tuduhannya kepada kelompok JAT (detik.com, 27/02/2017).
Menurut asumsi penulis, banyak keanehan pada kasus bom terbaru ini. Apa sebenarnya motif pelaku dan siapa sebenarnya target dari bom itu? Hal ini sama sekali belum jelas. Apa sebenarnya yang disasar oleh pelaku dengan melarikan diri dan menebar teror di kantor kelurahan? Jika targetnya gereja atau kantor polisi, gereja atau kantor polisi mana yang ditarget di dekat kantor kelurahan itu? Lantas untuk apa pula pelaku pertama meninggalkan sepeda motornya di TKP? Mengapa pelaku tidak kabur dengan menggunakan motornya agar lebih cepat? Sedangkan banyak saksi mata di sana. Semua keanehan ini menuju kepada sebuah kesimpulan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang mencoba merekayasa aksi bom ini dengan motif tertentu.
Perlu dicermati, aksi peledakan bom ini terjadi dua hari menjelang kedatangan kepala negara Saudi Arabia, Raja salman bin abdul Aziz ke Indonesia. Kepala negara petrodollar itu rencananya akan bertemu Presiden Jokowi dan para petinggi negara lain, serta para tokoh GNPF-MUI, juga akan mengunjungi Bali. Raja Salman datang dengan tawaran investasi senilai USD 25 Milyar atau setara dengan Rp. 334 Trilyun. Tawaran itu tentu saja disambut antusias oleh Indonesia yang saat ini memang gencar membuka keran investasi asing.
Beberapa jam setelah aksi peledakan bom dan pelaku berhasil dilumpuhkan aparat. Duta besar Saudi Arabia untuk Indonesia Osama Mohammad Abdullah Al Shuaibi mendatangi Mabes Polri dan mengeluarkan pernyataan yang mengapresiasi tindakan aparat dalam menangani kasus bom di Bandung. Menurutnya, Arab Saudi cukup merasa puas dan yakin Indonesia akan mampu mengamankan Raja Salman di Indonesia (tempo.co, 27/02/2017).
Menurut pengamatan penulis, ketiga peristiwa di atas seolah memiliki benang merah. Rencana kedatangan Raja Salman untuk menanamkan investasinya, aksi bom yang sarat indikasi rekayasa, dan pujian dubes Saudi Arabia atas kinerja bagus Indonesia menangani terorisme. Ketiga peristiwa politik ini menggiring kita kepada kesimpulan bahwa ada pihak yang berkepentingan dengan investasi Saudi Arabia di Indonesia. Dan pihak ini mampu melakukan operasi intelijen tingkat tinggi. Pihak ini ingin meyakinkan Saudi untuk menanamkan investasi di Indonesia dan tidak perlu khawatir dengan masalah keamanan karena aparat Indonesia sangat sigap dan berpengalaman dalam menangani aksi teror. Siapapun mereka itu, mereka pastilah para kapitalis pro investasi asing dan rajin menjual kekayaan alam negara ini. Atas nama investasi, mereka membiarkan asing merampok kekayaan alam negeri ini selama puluhan tahun. Selain itu, seolah ingin dinyatakan bahwa terorisme di Indonesia belumlah berakhir. Sehingga harus tetap diwaspadai. Ini tentu saja masih dalam koridor politik luar negeri Amerika.
Pemerintah AS dan kapitalis Barat lainnya terus mengangkat dirinya sendiri sebagai polisi dunia, yang terlibat dalam Perang Teror Global yang juga telah menewaskan ribuan warga sipil tidak bersalah—atas nama (menurut mereka) untuk mencegah pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil oleh berbagai organisasi dan individu—yang sebenarnya hanyalah orang-orang amatir dalam penggunaan taktik perang. Tentu yang mereka lakukan kalah mengerikan dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara Barat.
Oleh sebab itu, masyarakat perlu mawas terhadap sandiwara dan rekayasa terorisasi yang disutradarai oleh para kapitalis pengkhianat yang berkolaborasi dengan negara-negara kapitalis barat dan negara kapitalis timur. Sandiwara dan rekayasa yang bertujuan untuk terus melanggengkan penjajahan ekonomi atas Indonesia. Sandiwara dan rekayasa yang terus memuluskan perampokan kekayaan alam Indonesia.
(*/arrahmah.com)