JAKARTA (Arrahmah.com) – Pada lanjutan sidang penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Selasa (28/2/2017), ahli hukum pidana dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Chair Ramadhan menyatakan terdapat tiga unsur dalam pidato terdakwa di Kepulauan Seribu yang termasuk penodaan terhadap agama.
Pertama, kata “dibohongi pakai Al-Maidah” yang merupakan bentuk perbuatan melawan hukum dalam hal masuk kepada Pasal 156a huruf a karena dibohongi pakai Al Maidah. Al Maidah itu bagian dari Al Quran dan Al Maidah itu adalah sumber kebenaran, kata Abdul saat memberikan keterangan dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dengan adanya ucapan “dibohongi pakai Al Maidah” berarti ada kebohongan di dalam kewajiban memilih pemimpin Muslim sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Maidah.
“Kedua soal ucapan “takut masuk neraka”. Berarti yang bersangkutan ingin mengatakan juga bahwa tidak ada ancaman masuk neraka. Sehingga ini bukan saja penodaan terhadap Al Maidah 51 tetapi juga penodaan terhadap rukun iman tentang adanya surga dan neraka,” tuturnya.
Ketiga, kata dia, terkait ucapan “jangan percaya sama orang”.
Jadi “jangan percaya sama orang”. Orang ini bersifat umum. Orang yang dimaksudkan di sini bisa termasuk antara lain umat umat Islam secara umum, bisa lawan politik, bisa alim ulama atau ustadz. Tetapi dalam rumusan delik,” jangan percaya sama orang” berarti di sini ada kebencian terhadap orang, ujarnya.
Menurut dia, dikarenakan ada kata kata “dibohongi pakai Al Maidah” orang yang dimaksud sudah pasti pemuka agama dalam hal ini alim ulama, bahkan juga termasuk seluruh umat Islam.
“Nah kalau berbicara kebencian terhadap orang bukan terhadap agama, kebenciannya lebih masuk terhadap Pasal 156 KUHP karena ditujukan golongan tertuduh Tetapi karena ada kata kata “dibohongi pakai Al Maidah” orang yang dimaksud sudah pasti pemuka agama dalam hal ini alim ulama bahkan juga termasuk juga seluruh umat Islam,” katanya, dikutip Antara.
Pada sidang Ahok ke-12 pada Selasa (28/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua ahli, yakni Imam Besar Front Pembela Islan (FPI) Rizieq Shihab dan Abdul Chair Ramadhan sebagai ahli hukum pidana Majelis Ulama Indonesia (MUI).
(azm/arrahmah.com)