JAKARTA (Arrahmah.com) – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), mengingatkan bahaya Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Rapat Pleno ke-15 di Gedung MUI, Jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2017).
Semula, tema yang akan dibahas adalah ‘Penyelamatan Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara dan Evaluasi Pilkada Serentak Bagi Ummat Muslim’ yang rencananya akan dihadiri Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Namun, karena ada rapat tertutup dengan Presiden Joko Widodo, Jendral Gatot berhalangan hadir.
Sehingga, Wantim MUI yang dipimpin oleh Prof Din Syamsuddin kemudian mengangkat tema ‘Bahaya Komunis dan Kesenjangan dan Ketidakadilan Hukum dan Sosial’. Para peserta pleno yang juga anggota dari Wantim MUI banyak mengemukakan pendapatnya antara lain adalah Ormas Hidayatullah yang mengatakan bahwa negara ini sudah darurat PKI, sehingga perlu dibuatkan wadah nasional yang antikomunis.
Muslimat NU menambahkan empat kali amandemen UUD yang dilakukan menunjukkan fakta bahwa yang diuntungkan bukanlah pihak-pihak muslim, tetapi pihak-pihak yang berkepentingan. Proses itu sudah berlangsung lama, dan tersetruktur dari hulu ke hilir. Oleh karena itu, untuk merubah keadaan ummat muslim harus merubahnya dari hulu ke hilir.
Ketua Pengajian Politik Islam, Cholil Ridwan menambahkan untuk menggalang persatuan umat harus bersatu, ia mempunyai moto “berbeda dalam mazhab dan bersatu dalam politik dan ekonomi”. Cholil menambahkan perlunya mengingatkan ke generasi muda akan bahaya PKI dengan pemutaran film G30S PKI dan studi tour ke situs-situs peninggalan kekejaman PKI.
Di akhir pleno, Ketua Wantim periode 2015-2020 Prof Din Syamsuddin menyimpulkan ada tiga poin pokok yang harus dilakukan oleh umat muslim, pertama terus-menerus melakukan upaya penyadaran akan bahaya komunis lewat jalur pendidikan dan keagamaan, kedua para birokrat muslim hendaknya memberikan perhatian khusus untuk kasus ini, dan mempertahankan TAP MPR yang masih menetapkan bahwa faham komunis adalah berbahaya, ketiga adalah melakukan diskusi ke pemerintah dan badan terkait minal qalbi ilal qalbi, minad dzihni ila dzihn, dari hati ke hati, dari pikiran ke pikirani.
(*/arrahmah.com)