JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengemukakan, dalam kasus dana sumbangan umat untuk aksi demo 411, polisi bertindak cepat dengan melakukan pengusutan. Padahal tidak ada uang negara yang digunakan untuk aksi demo damai itu. Oleh karena itu Polri nyata-nyata telah mempertontonkan arogansinya mengusut sumbangan umat.
Sebaliknya dalam kasus sumbangan Teman Ahok menerima dana Rp 35 miliar Polri tidak mengusutnya. Begitu juga saat Polri menerima hibah dari Pemprov DKI Jakarta tidak ada yang mempermasalahkannya.
“Jika Polri terus bersikap diskriminatif maka publik akan antipati pada kepolisian dan Polri semakin tidak dipercaya lagi oleh masyarakat. Ada apa dengan Polri akhir-akhir ini. Kenapa Polri tidak profesional dan proporsional dan cenderung pilih kasih,” papar Neta.
Dia mengatakan rakyat bisa marah dan antipati terhadap jika Polri tetap pilih kasih dalam menangani kasus-kasus hukum.
Menurutnya saat ini ada aktivis muslim yang dikriminalisasi Polisi dengan tuduhan yang tidak berdasar. Sementara dana Teman Ahok yang mencapai Rp35 miliar dan oknum polisi yang memiliki rekening gendut tidak diusut.
“Kemarahan masyarakat itu bisa diwujudkan dalam bentuk perlawanan,” ujar Neta kepada Harian Terbit, Kamis (23/2/2017).
Neta mengakui, belakangan ini berbagai pihak memang kerap menuding bahwa Polri tidak profesional dan tidak independen. Partai Demorat misalnya, menuding Polri telah dijadikan alat untuk mendeskreditkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Berbagai tudingan itu tentu sangat merugikan Polri ke depan.
“Semua tudingan itu muncul tak terlepas dari kinerja profesional Polri karena Polri kerap dinilai pilih kasih dalam membongkar sebuah kasus,” jelasnya.
Sumbangan Umat
Sementara itu Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi meminta Polri harus profesional. Oleh karenanya semua indikasi korupsi dan pencuian harus diproses tanpa pandang bulu.
“Kalau rekening gendut mungkin konflik kepentingan. Makanya agar profesional maka harus ada skala prioritas kasus, besar besar dulu yang diungkap,” papar Apung.
Apung mempertanyakan Polri yang mengusut dana umat. Padahal banyak kasus besar yang bisa menjadi prioritas polisi untuk mengusutnya. “Mengungkap rekening gendut itu harusnya prioritas untuk penyelenggaran negara karena kaitan dengan pelayanan publik,” paparnya.
Pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS), Bambang Rukminto meragukan jika polisi akan memeriksa oknum polisi sendiri. Permintaan agar Polri profesional dan tidak diskriminasi merupakan utopis. Karena UU 2/2002 tentang kepolisian tidak menjelaskan dengan tegas, reformasi seperti apa yang harus dilakukan Polri.
“UU 2/2002 menempatkan Polri seperti ‘banci’, diharuskan menjadi alat negara, tapi cenderung mewakili kepentingan penguasa lewat Kompolnas dan penunjukan Kapolri oleh Presiden,” ujar Rukminto.
(azm/arrahmah.com)