JAKARTA (Arrahmah.com) – Basuki TP alias Ahok, sekalipun berstatus terdakwa masih terus memproduksi isu dan fitnah yang menyakiti umat Islam. Belum lama ini Ahok melontarkan isu, bahwa memilih berdasarkan agama bertentangan dengan konstitusi. Sehingga Ormas Islam Majelis Mujahidin pun bertanya, kenapa seorang Ahok tak lelah berbuat ulah bahkan setelah dia menjadi terdakwa kasus penistaan agama.
“Sikap Ahok ini mengingatkan kita pada prilaku pimpinan pemberontak PKI DN Aidit, menjelang pemberontakan G30S/PKI Aidit secara agresif menyebar fitnah anti agama, memusuhi ulama, dan menuntut dibubarkannya ormas agama,” tegas pernyataan sikap Majelis Mujahidin, Selasa (21/2/2017).
Berikut selengkapnya pernyataan sikap Majelis Mujahidin yang diterima redaksi beberapa waktu lalu.
PERNYATAAN SIKAP MAJELIS MUJAHIDIN
Di saat umat Islam bangsa Indonesia menunjukkan keprihatinan mendalam atas penistaan Al-Qur’an yang dilakukan terdakwa penista agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang sekarang kasusnya masih digelar di pengadilan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo justru terkesan melindungi terdakwa penista agama, dengan cara tidak menahan terdakwa, bahkan mengukuhkan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, sekalipun mendapatkan kritik keras dari para intelektual, pakar hukum serta masyarakat luas.
Sementara Ahok sendiri, sekalipun berstatus terdakwa masih terus memproduksi isu dan fitnah yang menyakiti umat Islam. Belum lama ini Ahok melontarkan isu, bahwa memilih berdasarkan agama bertentangan dengan konstitusi. Sehingga kita pun bertanya, kenapa seorang Ahok tak lelah berbuat ulah bahkan setelah dia menjadi terdakwa kasus penistaan agama. Sikap Ahok ini mengingatkan kita pada prilaku pimpinan pemberontak PKI DN Aidit, menjelang pemberontakan G30S/PKI Aidit secara agresif menyebar fitnah anti agama, memusuhi ulama, dan menuntut dibubarkannya ormas agama.
Sikap pemerintah melindungi dan membiarkan Ahok terus berulah menebar fitnah, menyiratkan kesan. Bahwa pemerintah sengaja menggunakan kasus Ahok untuk mengelabui rakyat agar tidak mengeritik berbagai kegagalan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jika inilah tujuannya, maka negara dan rakyat akan menjadi korban konspirasi musuh NKRI. Benarlah firman Allah Swt:
“Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, Kami jadikan orang-orang yang suka berbuat sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu pemimpin itu berbuat zhalim kepada rakyat di negerinya. Akibat perbuatan rusak pemimpin mereka, turunlah adzab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Qs. Al-Isra’ [17]:16)
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis Mujahidin menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengembalikan kedaulatan Negara Indonesia yang berdasarkan atas Ketuhaan yang Maha Esa di bidang ideologi, sosial, ekonomi, politik, keamanan dan pertahanan. Apabila terjadi pengkhianatan terhadap ideologi negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NKRI 1945, maka Presiden Joko Widodo harus bertanggungjawab secara konstitusional.
- Menolak Pancasila 1 Juni 1945 sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia sebagaimana yang dipidatokan oleh Megawati Soekarnoputri pada HUT PDIP yang ke 44 di Jakarta; yang akan membawa Indonesia ke zaman demokrasi terpimpin mengganti Pancasila dengan ideologi Nasakom.
- Menuntut Presiden Joko Widodo agar menghentikan segala kebijakan yang menyengsarakan rakyat, dan mengontrol para pejabatnya agar tidak menyebarkan opini atau wacana yang mendiskreditkan agama dan umat beragama, mengkriminalisasi ulama, sehingga memberi peluang munculnya paham anti agama serta sikap liberal dalam beragama.
- Memberhentikan Gubernur DKI Jakarta Ahok sesuai dengan Undang-undang No. 23 tahun 2014 Pasal 83 ayat (1) “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
- Majelis Mujahidin menyerukan kepada DPR RI dan MPR RI untuk segera melakukan langkah-langkah konstituisional (impeachment) terhadap Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, apabila Presiden Joko Widodo nyata-nyata melanggar konstitusi negara, untuk menghindari kekacauan pemerintahan serta konflik horizontal di masyarakat.
- Menyerukan kepada TNI dan seluruh rakyat Indonesia untuk segera menolak kebijakan pemerintah yang memberi peluang berkembangnya paham komunis di Indonesia, dengan lahirnya PKI generasi baru sebelum terjadi bencana besar bagi bangsa Indonesia, sebagaimana pernah terjadi pada 30 September 1965 yang terkenal dengan peristiwa G 30 S/ PKI.
Jogjakarta, 21 Februari 2017 M/24 Jumadil Awwal 1438 H
Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
(azmuttaqin/arrahmah.com)