CAROLINA UTARA (Arrahmah.com) – Syaikh Omar Abdurrahman yang dijatuhi hukuman dengan tuduhan konspirasi untuk pemboman WTC pada tahun 1993 dan perencanaan serangan di AS, telah meninggal dunia di penjara di Carolina Utara.
Syaikh Abdurrahman (78), yang menjalani hukuman penjara seumur hidup karena beberapa tuduhan, meninggal dunia pada Sabtu (18/2/2017) di pusat medis penjara di Butner, Carolina Utara, ujar Biro Penjara AS seperti dilaporkan Al Jazeera pada Ahad (19/2).
Ulama asal Mesir yang tidak bisa melihat tersebut, memiliki diabetes dan penyakit arteri koroner. Dia dipenjara di Kompleks Federal Pemasyarakatan di Butner selama hampir 10 tahun.
Keluarganya di Mesir menerima panggilan telepon dari perwakilan AS yang mengonfirmasi kematiannya, ujar Ammar, putranya.
Putra lainnya, Abdullah, menolak semua tuduhan terhadap ayahnya dan ia menyalahkan AS sebagai penyebab kematiannya.
“Mereka [AS] bahkan menjadi kreatif untuk membunuhnya perlahan-lahan. Dalam beberapa hari terakhir menjelang ajal, mereka mengambil semua obatnya,” ujar Abdullah.
“Inikah Amerika, tanah kebebasan? Lihatlah bagaimana mereka memperlakukan orang yang sudah tua, buta, dan sakit dan yang datang ke Amerika untuk menyeru kebebasan. Mereka melakukan balas dendam terburuk terhadap dirinya, hanya karena ia mengatakan kebenaran. Mereka bersekongkol dengan rezim [rezim Mesir pimpinan Hosni Mubarak] untuk melawannya.”
Bukti video
Sebagian besar tuduhan terhadap Syaikh Abdurrahman, seorang ulama di Masjid News Jersey, dan para pengikutnya, didasarkan pada video dan rekaman audio yang dibuat oleh pengawalnya yang menjadi informasi FBI.
Setelah percobaan selama sembilan bulan, Syaikh Abdurrahman dan sembilan pengikutnya dinyatakan bersalah pada Oktober 1995 pada 48 dari 50 dakwaan.
Syaikh Abdurrahman tidak bersaksi di persidangan, namun pada sidang vonis ia memberikan pidato lebih dari 90 menit melalui seorang penerjemah, menyatakan tidak bersalah dan mencela AS sebagai musuh keimanannya.
“Saya tidak melakukan kejahatan apapun kecuali memberitahu orang-orang tentang Islam,” katanya.
Syaikh Abdurrahman tetap menjadi pemimpin spiritual bagi beberapa orang bahkan setelah lebih dari 20 tahun penjara. Ia adalah tokoh agama terkenal di tahun 1980-an dan 1990-an.
Para pengikutnya dituduh melakukan serangan bom dan pembunuhan di seluruh dunia.
Syaikh Abdurrahman lahir di sebuah desa di sepanjang Sungai Nil pada 3 Mei 1938 dan mempelajari Al-Qur’an versi Braille.
Di Mesir ia pernah disiksa di dalam penjara dengan digantung terbalik, dipukuli dengan tongkat dan disetrum, tapi akhirnya ia dibebaskan dan diasingkan pada 1990.
Dia berhasil pergi ke New York setelah Kedutaan AS di Sudan memberikan visa turis kepadanya di tahun 1990. Otoritas AS mengklaim terdapat kesalahan komputer untuk visa yang dikeluarkan untuk Syaikh Abdurrahman. Namun di tahun 1991, ia diberi Green Card dan status penduduk permanen AS.
New York Times melaporkan bahwa CIA telah menyetujui permohonan visa untuk Syaikh Abdurrahman yang telah mendukung pejuang anti-Soviet di Afghanistan selama perang di tahun 1980-an. (haninmazaya/arrahmah.com)