JAKARTA (Arrahmah.com) – Berkaitan dengan pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, Sekjend Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia, Rozaq Asyhari mendorong DPR untuk menggunakan haknya.
“DPR memiliki kewajiban untuk melaksanakan pengawasan, karenanya pada kasus ini dapat menggunakan Hak Angket yang dimilikinya sesuai dengan ketentuan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Kenapa ini perlu dilakukan, karena ini persoalan serius dan berpotensi terjadi pelanggaran sumpah jabatan,” paparnya kepada redaksi Senin (13/2/2017).
Rozaq mengingatkan Presiden agar tidak langgar sumpah jabatan. “Sebelum dilantik Presiden sudah bersumpah akan memenuhi kewajibannya untuk menjalankan segala Undang-Undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya. Ini adalah sumpah keramat seorang presiden karena bunyi sumpah tersebut diatur secara langsung dalam pasal 9 UUD 1945,” ujarnya.
Lebih lanjut Rozaq menjelaskan, salah satu tugas Presiden adalah memberhentikan sementara setiap Gubernur yang menjadi terdakwa. “Pasal 83 ayat (3) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa Presiden memberhentikan sementara Gubernur yang menjadi terdakwa dengan ancaman lebih dari 5 tahun. Artinya aturan Undang-Undang ini harus dilaksanakan, karena salah satu isi dari sumpah Presiden akan menjalankan Undang-Undang,” tukas Pengacara Publik PAHAM Indonesia tersebut.
Selain itu Rozaq mengingatkan bahwa tidak ada persyaratan khusus mengenai pemberhentian sementara tersebut. “Undang-Undang Pemerintah Daerah tidak memberikan persyaratan khusus mengenai pemberhentian sementara tersebut. Ketentuan pada pasal 83 ayat (2) menyatakan bahwa pemberhentian tersebut berdasarkan dengan register perkara. Artinya, sejak perkara tersebut terdaftar di register Pengadilan Negeri seharusnya sudah dilakukan pemberhentian. Padahal pada kasus Gubernur Jakarta sudah sampai sidang yang kesepuluh” Papar kandidat doktor dari Fakultas Hukum UI tersebut.
“Tentunya kita tidak ingin masyarakat melihat seolah Presiden mengistimewakan satu orang, padahal ada lima kepala daerah lainnya yang juga dinonaktifkan ketika menjadi terdakwa. Misalkan saja Wakil Wali Kota Probolinggo HM Suhadak, atau Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi, kemudian Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, ada lagi Bupati Bogor Rachmat Yasin, demikian juga Ratu Atut Chosiyah,” bebernya.
Rozaq menyampaikan pertimbangannya terkait penggunaan hak angket tersebut. “Mendorong angket adalah pilihan paling rasional, menggugat ini ke PTUN memerlukan waktu yang cukup lama, padahal jabatan yang tersisa tidak sepanjang itu.” Rozaq juga tidak sepakat dengan ide penerbitan Perpu, karena terlalu memaksakan hanya untuk menyelamatkan jabatan Ahok. “Apa yang mau di cari dari Perpu, tidak ada hal ikhwal yang memaksa. Prasyarat untuk mengeluarkan perpu tidak terpenuhi. Jangan sampai publik melihat ada usaha luar biasa untuk melanggengkan kekuasaan Ahok,” tutupnya.
(*/arrahmah.com)