JAKARTA (Arrahmah.com) – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dianggap melakukan pelanggaran jika tidak memberhentikan sementara terdakwa penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan sebagai gubernur DKI Jakarta, demikian diberitakan RMOLJakarta, Ahad (5/2/2017).
Menurutnya, pembiaran terdakwa Ahok kembali berkantor di Balaikota DKI, setelah masa cuti kampanyenya rampung pada 11 Februari mendatang juga merupakan perbuatan diskriminasi.
“Pemerintah harus menerbitkan keppres penonaktifan Ahok sebagai Gubernur DKI karena telah menyandang status terdakwa kasus penistaan agama dan masa cuti kampanye yang diajukannya juga akan habis pada 11 Februari 2017,” kata Margarito Kamis, Ahad (5/2).
Untuk merespon hal ini, Margarito menyarankan DPR menggulirkan hak angket apabila pemerintah tidak menerbitkan Keppres pemberhentian sementara terdakwa Ahok.
Namun begitu Margarito ragu dengan parlemen saat ini yang sudah tidak bisa lagi diharapkan. Padahal jelas-jelas jika tidak dikeluarkan keppres tersebut, pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum yang bisa dipakai untuk angket atau menyatakan pendapat.
“Bisa hak angket, jelas-jelas pelangaran hukum kok. Hanya sayang DPR kita ini belum tahu bagaimana, kan DPR kita tahu sendiri,” ujar Margarito.
Margarito menambahkan, tidak ada cerita dan urusan kalau Ahok bukan terlibat kasus korupsi seperti kepala daerah lainnya, karena di dalam aturan disebutkan hanya kepala daerah yang berstatus terdakwa maka harus diberhentikan sementara.
“Yang penting terdakwa bukan soal perkaranya. Tidak ada cerita dan urusan korupsi atau tidak korupsi, pokoknya dia terdakwa. Tidak ada hubungannya dia korupsi atau tidak korupsi, dia terdakwa,” tegas Margarito.
(azm/arrahmah.com)