(Arrahmah.com) – Tertangkapnya M.Denny Hidayat (33) alias Denny bersama temannya Tan Tsi Chuan alias Babeh (62) oleh BNN dan Kepolisian Kota Palangkaraya Raya, Kalimantan Tengah pada kamis 19/1, menjadi jalan terbongkarnya kasus Bayi usia lima bulan yang positif narkoba. Kepala BNNP Kalteng Kombes Pol Sumirat Dwiyanto saat konferensi pers di Kantor BNN Kota Palangkaraya Raya mengatakan bayi tersebut dinyatakan positif narkoba yang masuk ke tubuhnya melalui air susu ibu ( ASI). Ini dikarenakan ibunya berinisial RI (22) juga ikut mengkonsumsi sabu, yang tidak lain diberi oleh suaminya yakni Denny sekaligus Ayah bayi malang tersebut. Kini, menurut Sumirat dua pelaku, Dedy dan babeh sudah dijebloskan ke penjara. Sedangkan RI direhabilitasi dan bayi malang tersebut dilakukan observasi. Dari ketiganya ikut disita barang bukti 8 paket narkotika jenis sabu dengan berat kotor 5,5 gram serta uang tunai sejumlah Rp.1 juta, selain itu juga di sita 1 buah timbangn, 1 bungkus plastik klip, 1 buah sendok yang terbuat dari sedotan, 2 buah handphone, 2 alat bong dan 1 buah mancis. Mereka bertiga hampir tiap hari mengkonsumsi narkoba ini, di rumah sekaligus warung sempit milik Dedy. Dedy dan babeh dijerat pasal 114 ayat 1 junto pasal 112 ayat 1 junto pasal 132 ayat 1 UU Narkotika.
Sungguh menyayat hati, bayi 5 bulan pun tidak luput dari serangan narkoba. Ini adalah kasus dengan korban termuda. Kemana pelindung utama yakni ibu dan ayah yang seharusnya menjadi tameng ganasnya serangan narkoba. Kemana masyarakat yang seharusnya menjaga lingkungannya dari berbagai bahaya. Kemana negara yang seharusnya menjadi anti imun bagi berbagai virus yang mengerikan ini.
Negara seharusnya melindungi warga negaranya dari ancaman narkoba yang sedang menembus benteng – benteng pertahana terakhir. Korban narkoba tahun 2015 saja menembus angka 4,5 juta orang dengan belanja narkoba Rp 63 T. Jika tidak ada “satu hati” dalam memberantas narkoba ini, antara pemerintah dan aparat hukum maka pelaku narkoba tidak akan pernah jera, bahkan cenderung bermunculan pemain baru. Ini akibat rendahnya tuntutan terhadap pelaku bahkan adanya peringanan hukuman. Padahal tindakan mereka telah merugikan masyarakat luas, khususnya generasi muda bangsa ini.
Ada solusi dari masalah ini sebenarnya, ketika Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan obat – obat terlarang akan tertutup. Landasan akidah Islam mewajibkan Negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. Selain itu, alasan yang sering muncul saat seseorang tertangkap menjadi pengedar narkoba karena alasan ekonomi juga tidak akan muncul. Karena pemenuhan kebutuhn pokok setiap individu rakyat ( sandang, pangan, papan) dan kebutuhan dasar (pendidikan, layanan kesehatan, keamanan) akan dijamin oleh negara. Secara hukum, dalam syariah Islam narkoba adalah harom. Sebagai zat harom siapa saja yang mengkonsumsinya, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarimah (tindakan kriminal). Pelakunya layak dijatuhi sanksi diman bentuk, jenis dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad Kholifah. Bisa sanksi ekspos, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahaynya bagi masyarakat. Bagi gembong narkoba (produsen atau pengedar besar) sangat membahayakan masyarakat layak dijatuhi hukuman mati.
Mustahil bisa terwujud masyarakat bersih dari narkoba dalam sistem demokrasi sekarang ini. Hal itu hanya bisa diwujudkan melalui penerapan syariat Islam secara total dengan segenap perangkat aturannya yang membawa rohmat bagi seluruh alam.
Endah Husna, Kota baru Driyorejo.Gresik.
(*/arrahmah.com)