Oleh K. Subroto
(Arrahmah.com) – Kebijakan pemerintah kolonial Belanda dalam menangani masalah Islam sering disebut dengan istilah Islam politiek, di mana Snouck Horgronje disebut-sebut sebagai peletak dasarnya. Dengan bekal pengalamannya di Timur Tengah dan Aceh, Snouck, sarjana yang punya andil besar dalam penyelesaian perang Aceh ini berhasil menemukan suatu pola dasar bagi kebijakan pemerintah kolonial Belanda menghadapi Islam di Indonesia.
Saat itu Islam dianggap sebagai unsur yang paling berbahaya dan mengancam hegemoni Penjajah Belanda di Nusantara yang sudah berlangsung ratusan tahun. Dan perang Aceh memperkuat asumsi tersebut, di mana Islamlah faktor yang membuat perlawanan paling sengit dan paling lama dalam sejarah penjajahan Belanda di Nusantara.
Snouck Hurgronje tidak hanya pandai dalam bidang politik, di mana dari pengalamannya di Aceh ia merumuskan apa yang kemudian dikenal sebagai “politik Islam”. Namun dalam bidang akademik pun pemikiran Snouck sangat berpengaruh, terbukti dari beberapa karyanya yang digunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai panduan wajib untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diberlakukan di Hindia Belanda. Dialah ilmuwan yang dijuluki “dewa” dalam bidang Arabistiek-Islamologi dan Orientalistik, salah satu pelopor penelitian tentang Islam, Lembaga-Lembaganya, dan Hukum-Hukumnya.
Namun disamping berbagai kelebihannya dia banyak dikritik dengan segala kekurangannya. Seringkali ia begitu membabi buta membela kepentingan kolonial. Seringkali tindakannya tidak sesuai dengan teori yang ia tulis. Contohnya dalam pernikahan, di mana dia sangat menentang poligami bagi penduduk pribumi, tapi dalam kenyataannya dia sendiri mempraktekkan poligami. Ketika dia selalu mengkapanyekan moral di sisi lain dia tidak mengakui anak-anaknya dari keturunan dengan pribumi.
Tidak Mencampuri Agama, Jihad, Waris, Nikah
Pada saat itu, para ahli perbandingan Agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh teori “Evolusi” Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di kalangan cendikiawan Barat, bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah
puncak peradaban dunia. Sementara, Islam yang datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus perkembangan peradaban ini.
Ringkasnya, Snouck berpendapat, Agama dan peradaban Eropa lebih tinggi dan lebih baik dibanding Agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya. Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah berkata: “Adalah kewajiban kita untuk membantu penduduk Negeri jajahan -maksudnya warga muslim Indonesia- agar terbebas dari Islam”. Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah.
Untuk mendukung semua gagasannya menjadi kenyataan Snouck mengusulkan untuk dibentuk Kantor Urusan Pribumi (Kantor voor Indlandsche Zaken) pada tahun 1889. Dan ia sendiri yang menjadi pejabat pertama kantor tersebut. Kantor ini berubah menjadi Departemen Agama setelah kemerdekaan. Snouck Hurgronje sukses memimpin kantor tersebut, dan merekomendasikan berbagai formula kebijakan yang kemudian diadopsi menjadi kebijakan resmi pemerintah kolonial Belanda.
Bagi Snouck, musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan Islam sebagai doktrin politik. Sehingga menurut Snouck, dalam bidang Agama Pemerintah Hindia Belanda hendaknya memberikan kebebasan kepada umat Islam Indonesia untuk menjalankan Agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah, menggalakkan asosiasi dalam bidang kemasyarakatan, dan menindak tegas setiap faktor yang bisa mendorong timbulnya pemberontakan dalam lapangan politik.
Snouck membagi masalah Islam atas tiga kategori, yakni: 1. Bidang Agama murni atau ibadah; 2. Bidang sosial kemasyarakatan; dan 3. Bidang politik; di mana masing-masing bidang menuntut alternatif pemecahan yang berbeda.
Dalam bidang Agama murni atau ibadah, pemerintah kolonial harus memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran Agamanya, asalkan tidak mengganggu kekuasaan kolonial Belanda. Mengenai bidang ini pemerintah tidak boleh menyinggung dogma atau ibadah murni. Dogma ini tidak berbahaya bagi pemerintah kolonial. Menurutnya di kalangan umat Islam akan terjadi perubahan secara perlahan (evolusi) untuk meninggalkan ajaran Agama Islam.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan Adat kebiasaan yang berlaku dengan cara menggalakkan rakyat agar mendekati pemerintah Belanda. Pemerintah mempunyai tujuan untuk mempererat ikatan antara Negeri jajahan dengan negara penjajah melalui kebudayaan, di mana lapangan pendidikan menjadi garapan utama. Dengan adanya
asosiasi ini maka Indonesia bisa memanfaatkan kebudayaan Belanda tanpa mengabaikan kebudayaannya sendiri.
Dalam bidang politik, pemerintah Belanda dengan tegas menolak setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan Islamisme (khilafah). Unsur politik dalam Islam harus diwaspadai dan kalau perlu ditindak tegas. Berbagai pengaruh asing yang menjurus ke politik harus diwaspadai. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah menghindari segala tindakan yang terkesan menentang kebebasan beragama.
Snouck sangat mengkhawatirkan munculnya ideologi Islam Politik. Bagi Snouck Hurgronje musuh politik kolonial bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan Islam sebagai doktrin Politik, baik dalam bentuk agitasi oleh kaum fanatik lokal (saat itu tareqat) maupun dari luar dalam bentuk Pan Islamisme (khilafah).
Usaha untuk membangkitkan kembali adat istiadat (local wisdom) adalah cara yang ditempuh pemerintah kolonial atas rekomendasi Snouck untuk mereduksi pengaruh Islam. Di samping itu orang Islam berusaha dilokalisir, dibentengi dari pengaruh luar terutama Timur Tengah untuk mencegah pengaruh dan koneksi yang akan membawa ide perlawanan dan politik yaitu pemikiran Khilafah dan Jihad.
Ide yang ingin dimatikan penjajah adalah ide politik Islam. Lebih spesifik lagi yaitu ide Khilafah (pan Islam) dan Jihad. Karena dua ide itulah yang dianggap paling berbahaya bagi keberlangsungan penjajahan Belanda. Khilafah dan Jihad berusaha dimatikan dengan narasi-narasi dan pemikiran-pemikiran Snouck. Salah satu narasi untuk melawan ide perlawanan dengan Jihad yang selalu dikampanyekan Snouck adalah Jihad Akbar, Jihad melawan hawa nafsu, untuk menafikan Jihad dalam makna yang sebenarnya yaitu melawan hegemoni orang kafir Belanda.
Jadi Islam yang diinginkan oleh snouck dan dianggap sebagai Islam yang benar adalah Islam yang sudah disesuaikan dengan adat istiadat daerah, bukan Islam yang murni dan terkena pengaruh Arab yang dianggap akan mengganggu keamanan dan ketertiban (baca; mengancam hegemoni Belanda).
Islam yang direstui kolonial adalah Islam yang diciptakan untuk “sujud” dan loyal terhadap kekuasaan Pemerintah Belanda. Watak agama Kolonial yang dicirikan pengawasan, pendisiplinan, pengontrolan, dan pencatatan terhadap aktivitas ibadah umat Islam adalah bagian watak politik agama kolonial. Pemahaman Islam yang tidak sesuai kriteria tersebut dianggap sebagai pemahaman yang sesat dan berbahaya.
EXECUTIVE SUMMARY Laporan Khusus Lembaga Kajian Syamina Edisi 1/Januari 2017
(*/arrahmah.com)