KOTA BIMA (Arrahmah.com) – Skala banjir yang menerjang Bima tidak bisa dianggap sepele. Dua kali banjir, Rabu dan Jumat di pekan keempat Desember, Kota di tepian Teluk Flores ini nyaris tenggelam seluruhnya karena banjir. Lima kecamatan seantero Kota Bima itu kini tinggal ditimbun lumpur. Pemerintah Kota bahkan menyebut 9% area Kota Bima tenggelam.
Luasnya area terdampak menyebabkan membludaknya jumlah pengungsian. Tak kurang dari 104 ribu jiwa pengungsi tersebar di sejumlah titik. Mulai dari Masjid kota, rumah tingkat, sekolah dasar, sekolah kejuruan, sampai gudang pupuk.
Memang tak sepanjang hari pengungsi banjir Bima itu berdiam dalam titik ungsi. Sudah dua hari terakhir, Sejak Sabtu (24/12/2016) warga di pengungsian akan kembali ke rumah masing-masing setelah kumandang adzan subuh.
Mereka akan berjibaku dengan tumpukan lumpur dan sampah. Mengais kembali sisa barang yang masih tersisa. Mencoba menghidupkan lagi kulkas, televisi, mesin cuci dan sepeda motor, meski barang berharga itu sudah terbenam lumpur banjir lebih dari dua hari.
Jelang malam, titik ungsi tetap jadi lokasi untuk beristirahat. Sampai Minggu sore (25/12) rumah-rumah di sepanjang jalan Kota Bima nyaris tak ada yang layak untuk ditinggali. Karena listrik belum menyala, air bersih sulit didapat, lumpur pun masih menumpuk di dalam rumah.
Jumlah pengungsian belum berkurang, otomatis pasokan pangan di titik ungsi tidak bisa diputus. Kebutuhan pangan tetap tinggi sampai dengan hari kelima pasca banjir.
Pagi, siang, dan sore tidak mungkin terpikir untuk menyiapkan makanan siap saji. “Dapur di dalam rumah sudah tidak ada apa-apa lagi, lumpur semua. Bagaimana mau masak?” keluh Supono, seorang Ibu berumur sekitar 60 tahun asal Kelurahan Nae.
Karena pangan siap saji masih sangat dibutuhkan, Tim Disaster Emergency Response Aksi Cepat Tanggap rutin menyiapkan ratusan bungkus makanan. Sehari setelah banjir besar, Sabtu (24/12) tim bergerak menyisir titik pengungsian, menjangkau warga korban banjir di jam sarapan pagi. Selain nasi dan lauk, paket susu juga biskuit diberikan untuk anak-anak.
Nasi, lauk ayam, telur dan sayuran spesial jadi menu setiap pagi. Ratusan paket itu sudah isiapkan sejak subuh. “Karena Kota Bima masih lumpuh, makanan matang untuk sarapan ini dibeli dari Kabupaten Bima. Ratusan bungkus Kami bawa sejak subuh, dari Kabupaten langsung ke Kota,” kisah Andi relawan banjir Bima.
Untuk respons banjir Bima, sepekan pertama relawan fokus pada urusan penanganan pertama pengungsi. Kebutuhan pangan, medis, trauma healing, dan air bersih sudah bergulir sejak Sabtu (24/12).
Shulhan Syamsur Rijal melaporkan, sampai Ahad sore (25/12) Kota Bima masih gelap gulita. Listrik belum juga mengalir, bekas banjir berserak di mana-mana, jadi tanda bahwa Kota ini belum bisa sepenuhnya bangkit.
(azm/*/arrahmah.com)