JAKARTA (Arrahmah.com) – Kebutuhan terhadap kurikukum pembudayaan Pancasila untuk mencegah pengaruh ideologi sesat yang menyusahkan masyarakat dan mengancam masa depan pemuda Indonesia kian mendesak, ungkap anggota Komisi X DPR, Puti Guntur Soekarno, Jakarta, Senin (2/5/2011).
“Ini mendesak. Kebutuhan sebuah kurikulum pembudayaan Pancasila ini jelas tujuannya, yakni mencegah pengaruh ideologi yang menyusahkan masyarakat dan mengancam masa depan generasi muda Indonesia, seperti dalam kasus cuci otak oleh Negara Islam Indonesia (NII),” ujar Puti.
Hal tersebut penting untuk mencegah berkembangnya paham free fight liberalism tanpa kontrol di Indonesia yang terbukti telah menjauhkan bangsa ini dari semangat tujuan nasional, serta jauh dari kepribadian bangsa.
Ia menimpali, “Itu hal pertama yang mendesak sekarang. Lalu, kedua, Ujian Nasional (UN) perlu ditinjau kembali, mengingat banyak praktik kecurangan terjadi, yang justru menyimpang dari semangat pendidikan untuk membangun kepribadian nasional yang unggul.”
Ia mengritisi pentingnya pendidikan karakter bangsa, agar peserta didik, juga para guru, tidak bersama-sama menjadi agen-agen ketidakjujuran yang semakin memvirusi dunia pemerintahan, dunia kerja maupuna lingkup sosial lainnya.
Hal ketiga yang menjadi sorotan putri Guntur Soekarboputra itu adalah kesan salah arah dalam pendidikan nasional. “Ini terlihat dalam bongkar pasang peraturan dan program pendidikan dengan tidak fokusnya pada upaya pembangunan karakter bangsa dan peningkatan kualitas manusia Indonesia,” ujarnya.
Malahan, menurut dia, yang terjadi secara terus menerus adalah substansinya terjebak ke dalam ritme arus besar tuntutan pasar modal.
“Padahal, kebutuhan bangsa ini masih harus mengangkat mental keterpurukan bangsa melalui pembangunan karakter bangsa Indonesia secara nasional, melalui prioritas sektor pendidikan yang memegang kunci masa depan suatu negara,” ujarnya.
“Pemerintah sebagai eksekutif yang menjalankan amanat konstitusi ini sudah seharusnya memenuhi kewajibannya untuk memberikan hak warga negara sehingga dapat menikmati pendidikan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kurikulum yang grand design-nya tidak mengarah ke pengembangan karakter, sehingga soal kesenjangan pendidikan, termasuk ketidakmerataan jumlah guru antar-daerah. Selain itu, ia menilai, adanya 11 juta anak usia sekolah yang drop out hingga komersialisasi pendidikan membuat masyarakat dipaksa tunduk dalam kapitalisme dan dominasi privat.
“Ini semua harus segera diperbaiki. Kita harus tegas, demi masa depan negara. Kembali kepada dasar dan jiwa pendidikan nasional, yakni Pembukaan UUD 1945,” demikian Puti Guntur Soekarno.
Miris sekali mendengar pernyatan wakil rakyat kita, dimana mayoritas penduduknya muslim, masih saja terus mengopinikan seolah Islam adalah salah satu dari sekian banyak ideologi sesat, sedangkan Pancasila dan hukum-hukum peninggalan kolonial Belanda menjadi sumber hukum yang paling benar.
Sudah berapa puluh tahun Pancasila dan UUD 1945 dijadikan rujukan segala aspek kehidupan bangsa ini, selama itu pulalah keduanya tak mampu membentuk manusia berakhlak yang memahami tujuan penciptaan adan keberadaannya di dunia, yakni beribadah pada Allah.
“Dan tidak aku ciptakan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu” (Ad-Dhariyat: 56)
Kalau sudah berpuluh tahun gagal digunakan kenapa tak berniat untuk mencari sumber hukum yang lain? Yakni kembali ke Al Qur’an dan Assunnah. (Rasularasy/Arrahmah.com)