JAKARTA (Arrahmah.com) – Ijtima’ (Persamuhan) Pimpinan Pondok Pesantren se-Indonesia di Gedung Menara Dakwah Jl Kramat Raya 45, Rabu (14/12) siang menyetujui aspirasi dibubarkannya Yayasan Peduli Pesantren (YPP) bentukan Hary Tanoesoedibjo, bos MNC Group.
“Setuju! Jawa Timur menuntut dibubarkannya Yayasan Peduli Pesantren Hary Tanoe,” seru Ustadz Achmad Fathony, menanggapi usulan seorang pimpinan pondok pesantren.
Sekitar 500 peserta yang diundang melalui Whatsapp broadcasting, memenuhi aula Masjid Al Furqon Menara Dakwah.
Melukiskan keragaman peserta, Achmad Fathony menuturkan bahwa para peserta terdiri Kyai Sepuh, Ustadz Muda, yang berinduk organisasi NU, Muhammadiyah, Dewan Dakwah, dan lain-lain.
”Kalau mau menyebut kelompok dari sifat garisnya, maka di forum ini berkumpul pimpinan Islam garis keras, garis lembek, garis fleksibel, yang tumplek jadi satu dalam barisan Garis Tegas Bela Islam,” Achmad Fathony menamsilkan.
Silaturahim tersebut dipicu oleh kegelisahan terhadap manuver politik Harry Tanoe yang mendirikan Yayasan Peduli Pesantren beberapa waktu sebelumnya.
Melalui yayasan ini, Ketua Umum Perindo yang berambisi menjadi Presiden RI masa datang, mewadahi kegiatannya blusukan ke kantong-kantong umat Islam dengan iming-iming bantuan dana.
Dibakar spirit 212, ratusan pimpinan pondok memenuhi undangan via medsos atas nama KH Prof Didin Hafidhuddin dan KH Ahmad Cholil Ridwan Lc. Keduanya adalah pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Acara didahului dengan sholat dhuhur berjamaah di Masjid Al Furqon. Dilanjutkan dengan kuliah dhuhur yang dibawakan KH Muhammad Al Khaththath, sekretaris GNPF-MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia).
Usai sholat dan makan, peserta meluberi ruang pertemuan. Kursi yang tersedia tidak mencukupi, sehingga sebagian peserta berdiri atau duduk lesehan.
Semua wartawan yang hadir dipersilakan Kyai Cholil Ridwan untuk masuk dan meliput acara, kecuali MetroTV.
Dipimpin KH Didin Hafidhuddin, para pimpinan pondok pesantren menyampaikan sikap tentang ancaman terhadap NKRI berupa kolonialisme Tiongkok, komunisme, dan syiah.
Itima’ juga menyikapi proses hukum tersangka penista agama Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dan Yayasan Peduli Pesantren rintisan Hary Tanoe Soedibyo.
Ijtima mendukung TNI dan warga Negara untuk mengantisipasi bahaya yang mengancam NKTI baik dari dalam maupun luar negeri.
Ijtima mendesak pemerintah untuk menegakkan hukum secara cepat, tegas, dan memenuhi rasa keadilan publik atas tersangka Ahok. “Mengulur-ulur bahkan mempermainkan proses hukum atas Ahok, sama saja dengan memprovokasi umat Islam untuk melakukan Aksi Bela Islam jilid 4,” kata seorang peserta.
Pada bagian lain, ijtima’ memperingatkan Hary Tanoe agar menghentikan manuver politik berkedok bantuan sosial di kantong-kantong umat Islam.
Ijtima’ juga mengingatkan umat Islam dan pesantren untuk tegas menolak pemberian bantuan dari pihak kufar yang bertendesi politis. Pesantren adalah lembaga penegakan agama (iqomatuddien) yang tidak selayaknya diintervensi oleh kepentingan politik praktis, apalagi politik orang kafir.
“Saya bersyukur dengan adanya acara ini, walaupun undangan disampaikan hanya melalui WA. Sebelumnya saya menangis, melihat pondok pesantren kok diblusuki yayasan milik orang kafir. Itu penghinaan, dianggapnya kita tidak bisa mengurus lembaga-lembaga pendidikan kita sendiri,” curhat seorang Kyai dari Palembang.
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)