Oleh : Abu Fikri (Analis Pusat Kajian Data Analisis-PKDA)
(Arrahmah.com) – Mencermati secara jeli tahap demi tahap aksi damai bela islam adalah sesuatu yang penting dan menarik. Terutama beberapa hari menjelang 212 terjadi. Berbagai spekulasi, optimisme, pesimisme dan pragmatisme muncul ke permukaan. Menggambarkan suasana sikap dan pandangan beragam arti aksi bela islam dari berbagai kalangan. Semua akan memetik hikmah atas sikap, pandangan dan tindakan yang dilakukan. Siapa yang akan bermain api akan menuai badai. Siapa yang akan menyiram air akan memanen hasil. Bijak mendengar pepatah Jawa “sing sopo nandur mongko bakal ngunduh” (Barang siapa yang menanam pasti akan memanen). Nampak begitu jelas berbagai kepentingan politik mengambil kesempatan pada peristiwa ini. Sejak awal aroma Ahok dan Revolusi Sosial begitu menyengat. Mengindikasikan kuat adanya sebuah perubahan penting di negeri mayoritas muslim yang gemah ripah loh jinawi ini.
Sebuah perubahan penuh jalan berliku dan membutuhkan ketajaman kejernihan kemana ujung akhir perubahan ini akan dituju. Siapa lawan dan kawan sebenarnya di tengah kentalnya adu domba dan fitnah begitu samar. Bahkan perubahan karakter kawan dan lawan bisa terjadi dalam hitungan detik. Seperti mengingatkan arti penting sebuah gabungan kekuatan antara keyakinan (aqidah), syariah, dakwah, dan siyasah. Yang sangat dibutuhkan dalam medan pergolakan politik dan pemikiran. Kecuali jika kondisi dan yang dominan mengkondisikan menghendaki berubah. Menjadi medan pergolakan fisik sebagaimana pernah tercatat secara historis di negeri ini atau yang terjadi di negeri lain. Siapa menginginkan apa akan sangat ditentukan oleh seberapa kekuatan global memainkan peran dominan melalui berbagai kekuatan politik di tingkat lokal maupun nasional. Tidak bisa dipungkiri momentum bela Islam yang dipicu oleh penistaan Islam oleh Ahok di balik latar begitu kuatnya cengkeraman neo liberalisme dan neo imperialisme yang memasung hampir semua penguasa di negeri ini. Sejak awal Ahok dan Jokowi mengindikasikan kuatnya kebijakan negara berpihak kepada kepentingan Aseng (Tiongkok) yang direpresentasikan oleh para cukong pasca dalam pusaran kepentingan Asing (Amerika) yang telah bercokol kuat sebelumnya.
Dibutuhkan komitmen kesamaan visi perjuangan menghadapi momentum ini. Penistaan Islam oleh Ahok dengan segala dinamika proses hukum dan opini yang berkembang seputarnya mengisyaratkan beberapa hal sebagai berikut :
Pertama, tarik ulur dan lambannya proses hukum Ahok seolah memberi sinyal adanya kekuatan besar yang memback upnya. Dan seperti menyimpan kotak pandora adanya konspirasi politik yang akan membongkar skenario bobroknya para penguasa.
Kedua, kontroversi di antara pengambil kebijakan negara atas gelombang bela islam yang ditunjukkan tampilan sikap yang berbeda menunjukkan friksi di antara berbagai elit politik, penguasa, dan militer termasuk polri.
Ketiga, krisis kepercayaan rakyat terhadap berbagai kebijakan negara yang merugikan terutama umat islam yang mayoritas di negeri ini terutama tentang kepemimpinan negara.
Keempat, adanya problem sistemik yang begitu menggurita di berbagai bidang meski kampanye lipstik tentang keberhasilan kebijakan negara dilakukan.
Dalam kerangka menyamakan visi perjuangan dibutuhkan silaturahim antar berbagai elemen. Harus disadari sebagaimana yang diingatkan oleh Panglima TNI bahwa umat islam adalah benteng terakhir di negeri ini. Dengan kata lain umat Islam lah sejatinya pemilik sah yang secara historis dan empiris berkontribusi besar dalam sejarah perjalanan kehidupan bernegara sejak jaman penjajahan, kini dan yang akan datang. Dan umat islam sangat meyakini bahwa Islam lah ajaran kehidupan yang mampu merealisasikan kehidupan damai seluruh manusia baik muslim maupun non muslim. Inilah karakter Islam rahmatan lil alamin sesungguhnya. Bukan Islam rahmatan lil ‘alamin sebagaimana kerangka arahan Amerika yang dipropagandakan oleh para anteknya dengan bayaran penuh dengan nuansa adu domba. Melainkan Islam rahmatan lil alamin yang tegak berdiri di atas kekuatan kekuasaan Islam bebas dari segala dikte asing maupun aseng.
Penyamaan visi perjuangan semua elemen melalui silaturahim harus merealisasikan kekuatan politik umat Islam yang tidak terjebak pada kanalisasi kepentingan dan ritme pertarungan yang dibuat oleh musuh. Rentetan bela islam 411 hingga 212 harus dibawa kepada rel perjuangan yang murni untuk menuntut keadilan atas Ahok yang diduga sebagai simbol kuatnya cengkeraman neo liberalisme dan neo imperialisme. Dan solusi atas problem itu tidak lain harus kembali kepada Islam yang memuat ajaran syariah, dakwah, jihad dan khilafah. Maka tidak ada alasan lagi untuk terus mengobarkan semangat jihad sebagaimana yang menjadi karakter para pejuang mujahid yang telah mengorbankan jiwa, raga dan harta dari segala bentuk penjajahan dulu hingga yang akan datang. Momentum 212 adalah tahapan di antara tahapan untuk memenangkan Islam dan menolong agama Alloh sesuai dengan janji Alloh atas ijin Alloh dengan cara sesuai syariat Islam bukan dengan cara komunis sosialis atau operasi intelijen ala Inggris dan Amerika yang memanfaatkan sebagian kecil simpatisan DAIS (Daulah Islamiyah). Kesadaran islam sepenuhnya oleh umat islam yang cinta damai akan menjadi pondasi kekuatan politik umat islam sebenarnya. Maka ingatlah firman Alloh : “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Ali Imran ayat 54). Allahu a’lam bis showab.
(*/arrahmah.com)