(Arrahmah.com) – Ahok, gubernur yang jadi tersangka penista agama itu, kembali ‘bunyi’. Mulutnya yang memang susah diatur, lagi-lagi menorehkan luka ke hati ummat Islam. Statusnya sebagai tersangka penista agama, tidak mampu membuat dia lebih menjaga mulutnya.
Tidak membutuhkan waktu lama. Pada hari yang sama dia ditetapkan sebagai tersangka penghina al Quran, Rabu, 16/11, di Rumah Lembang, Jakarta Pusat, lidahnya kembali menumpahkan nista. “Peserta aksi 411 dibayar Rp500.000 per orang,” ujarnya kepada ABC News.
Jadi, seperti dalam tulisan saya kemarin (Rabu, 16/11 – Ahok Tersangka, Ahok Lantang Menantang!), penistaan yang dilakukannya terhadap al Maidah 51 adalah ‘hadiah’ dari Allah. Berkali-kali tersangkut kasus korupsi (pembelian bus Trans Jakarta, rumah sakit Sumber Waras, reklamasi pantai utara Jakarta, pembelian lahan di Cengkareng, Jakbar, dan lainnya) si mulut ‘ember bocor’ itu selalu saja lolos. Baru pada kasus penistaan al Quran itulah dia kena batunya.
Tapi, al Maidah 51 bukanlah satu-satunya ‘hadiah’ dari Allah. Akan banyak hadiah lainnya yang sudah disiapkanNya. Dan, ternyata benar. Buktinya, ya tuduhannya terhadap massa aksi 411 itu. Fitnah ini, tentu saja, menyakiti hati ummat Islam. Ummat datang dari semua penjuru Jakarta dan berbagai daerah dengan satu niat, membela Islam; membela al Quran. Ummat juga mengongkosi diri sendiri. Tidak ada yang membiayai, apalagi memberi uang saku sampai Rp500.000/orang.
Tidak berhenti sampai di situ, Ahok juga, untuk kesekian kalinya, menyeret-nyeret Presiden dalam tudingannya. “I don’t know, we don’t know, but I believe the President knows from the intelligence, I believe they know,” katanya dikutip laman abc.net.
Fitnah ini seperti menjadi amunisi baru bagi ummat, setelah kemarin seperti gamang karena Polisi menjatuhkan status tersangka kepadanya. Polisi juga mencegah mantan Bupati Belitung Timur yang mulutnya kerap menyemburkan isi toilet itu bepergian ke luar negeri.
Benar tuntutan tangkap dan penjarakan Ahok pada ABI-2 memang belum dipenuhi. Namun, dengan status tersangkanya Ahok, ibarat makan, rencana Aksi Bela Islam (ABI) jilid 3 sudah kehilangan, atau minimal berkurang, selera.
Tuntutan ABI-2 adalah Tangkap dan Penjarakan Ahok. Polisi memang baru menetapkan gubernur yang hobi menggusur dengan brutal itu sebagai tersangka.Sedangkan tuntutan ABI-3 adalah Tangkap dan Penjarakan Penista Agama dan Pelindungnya. Tuntutan lebih lebar, karena aroma pembelaan dari rezim ini kepadanya menyeruak begitu kuat.
Nah, tudingan menerima bayaran Rp500.000/orang ini adalah hadiah dari Allah untuk kembali merekatkan sekaligus membangkitkan semangat ummat Islam menggelar ABI-3. Rencana aksi yang sempat seperti kehilangan momentum itu, tiba-tiba seperti memperoleh semangat baru karena fitnah Ahok.
Sekadar mengingatkan, konon Aksi Bela Islam jilid 3 rencananya bakal digelar pada 25 November. Namun Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI sejak awal sudah menjelaskan, bahwa tanggalnya belum ditentukan. Begitu juga dengan sasaran aksi demo. Yang pasti, titik kumpul diputuskan di Bunderan Hotel Indonesia (HI). Dengan adanya fitnah baru tersebut, hampir bisa dipastikan peserta aksi akan minimal sama atau lebih besar dibandingkan pada ABI-2, 4 November silam.
Di luar rencana aksi, sudah ada beberapa pihak yang melaporkan. Kemarin, Lembaga Dakwah Kampus sudah mendahului. Hari ini, DPD Front Pembela Islam (FPI) Jakarta dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri.
Berbekal logika normal, sulit memahami apa yang mengisi kepala dan hati manusia satu ini. Galibnya, orang yang diganjar status tersangka akan bersedih. Atau, kalau pun tidak menerima, orang waras pasti akan mengevaluasi langkah berikutnya. Mau melawan dengan mengajukan praperadilan, misalnya.
Tapi langkah normal tidak berlaku bagi gubernur yang senang sekali menggusur rakyatnya dengan ganas dan brutal itu. Dia justru sesumbar dan bangga, bahwa dia dipenjara (mudah-mudahan segera, aamiin) bukan karena korupsi.
“Tersangka, jadi tersangka saja. Yang malu itu tersangka koruptor. Kalau tersangka belain orang, bangga saya. Ahok dipenjara karena difitnah dan dizalimi,” katanya kepada wartawan, hari yang sama.
Dari pernyataannya itu, lelaki pemantik konflik horizontal tersebut jelas-jelas merasa tidak bersalah. Lagi pula, mana ada dalam kamus hidupnya dia merasa bersalah? Yang ada justru dia sangat suka menabur tudingan dan menyalahkan ke semua penjuru. Kalau anda coba searching dengan kata kunci “Ahok salahkan… “, maka dalam hitungan kurang dari sedetik, segera tersaji begitu banyak link berita tentang hal itu.
Ada dua penjelasan yang masuk akal tentang mengapa dia menuding seperti itu. Pertama, Ahok biasa membayar massa yang menjadi pendukungnya. Kedua, dia begitu naif, terutama dalam matematika. Berapa dana yang harus disiapkan untuk membayar 2,3 juta massa aksi bela Islam 2. Katakanlah, 2.000.000 x Rp500.000 = Rp1.000.000.000.000 alias Rp1 triliun. Baiklah, tidak usah semua dibayar. Kalau 50% saja massa yang dibayar, maka diperlukan Rp500 miliar. Duitnya siapa? Duit dari pengembang proyek reklamasi?
Dengan karakter buruk seperti itu, bukan mustahil ke depan masih banyak lagi ujaran penuh fitnah dan kebencian yang menyembur dari mulut Ahok. Ini artinya, keharmonisan hidup bermasyarakat dan bernegera di Indonesai masih akan terus terancam. Kalau sudah begini, baiknya Polisi menahan Ahok. Minimal, supaya yang bersangkutan bisa mengerem mulutnya yang berlidah api itu…. (*)
Jakarta, 17 November 2016
Edward Marthens, pekerja sosial, tinggal di Jakarta
(*/arrahmah.com)