NEW YORK (Arrahmah.com) – Warga Amerika menggunakan media sosial untuk menceritakan serangan rasis yang terjadi menyusul terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS berikutnya.
Kampanye Trump telah sangat terfokus pada elompok minoritas dan asing, termasuk Muslim dan Meksiko, karena ia menganggap dua kelompok itu sebagai ancaman bagi perdamaian dan ekonomi.
Yang terkenal adalah seruan Trump untuk melarangan Muslim memasuki AS selama kampanyenya. Dia juga berjanji akan membangun dinding untuk memblokir orang Meksiko memasuki AS.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa mereka khawatir tentang masa depan AS. Banyak yang percaya bahwa terpilihnya Trump, yang merupakan mantan bintang reality TV yang didukung oleh kelompok ekstrimis sayap kanan dan politisi, bisa melegitimasi munculnya rasisme dan kekerasan fisik.
Di antara para pendukung utama Trump adalah para pemimpin sayap kanan Eropa seperti Perancis Marine Le Pen, yang memimpin Front Nasional; Viktor Orban, Perdana Menteri Hungaria; dan Geert Wilders, politisi ati-Muslim Belanda.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi hak sipil Muslim dan advokasi terbesar di Amerika, pada Kamis (10/11) menyerukan kepada Trump untuk “menyangkal dugaan serangan terhadap mahasiswa Muslim di universitas-unversita di Louisiana dan California yang dilaporkan telah dilakukan oleh beberapa pendukungnya”.
Sebagaimana yang dilaporkan CNN, sebuah kasus yang menyiratkan sentimen Islamofobia muncul di Tandon School of Engineering, New York University (NYU) . Menurut pihak kampus, sejumlah mahasiswa menemukan nama Trump tertulis di depan pintu mushollah di gedung kampus mereka.
“Kampus kami nampaknya tidak cukup kebal terhadap kefanatikan yang sedang mendera Amerika,” ucap Himpunan Mahasiswa Muslim NYU melalui akun Facebook.
(ameera/arrahmah.com)