JAKARTA (Arrahmah.com) – Doktor bidang Linguistik Forensik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Andika Dutha Bachari menegaskan, ungkapan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal Al-Maidah:51 merupakan suatu penistaan.
Andika menjelaskan, ada beberapa unsur yang membuat ungkapan Ahok merupakan penistaan. Pertama, terangnya, sisi esensial. Yang mana kata ‘dibohongi’ dan ‘dibodohi’ maknanya sudah negatif.
Kedua, sambungnya, unsur kategorisasi. Menurut Andika, dalam Islam ajakan untuk menjalankan perintah tidak menjadikan orang kafir sebagai pemimpin disebut dakwah, sedangkan bagi Ahok dikategorikan sebagai membodohi.
“Ada kategorisasi negatif yang dilakukan Ahok terhadap umat Islam,” ujarnya dalam Diskusi bertema ‘Bedah kasus penodaan agama, Layakkah Ahok Dipenjara?’ di Universitas Al-Azhar, Jakarta, Jum’at (11/11/2016).
Unsur selanjutnya, jelas Andika, terkait syarat kewenangan. Yakni wewenang Ahok untuk membicarakan hal tersebut, yang mana menjalankan perintah kitab suci merupakan urusan keyakinan pribadi seseorang.
Kemudian, kata dia, unsur pressing posisi. Yaitu keyakinan seseorang untuk berbicara tentang tema yang dimaksud.
Selain itu, menurut Andika, Ahok telah melanggar maksim kualitas atau kebenaran isi informasi yang disampaikan.
“Kecuali dia bisa menunjukan apa betul ada yang membohongi dan dibohongi pakai al-Maidah 51. Meskipun itu sendiri masih jadi perdebatan karena faktor kategorisasi tadi,” tandasnya.
Andika mengungkapkan, walaupun tanpa maksud menghina. Apa yang disampaikan Ahok menggambarkan ketidaksukaan karena bukan hanya sekali dilakukan.
“Menyampaikan ketidaksukaan terhadap agama tertentu merupakan suatu yang dilarang. Apalagi al-Qur’an sebagai entitas yang secara subtantif ada di hati umat Islam. Pasti merasa tersakiti,” pungkasnya
(azm/arrahmah.com)