(Arrahmah.com) – Penyusun buku Tafsir At-Tanwir juz 1 yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyimpangkan arti dan makna surah al-Ankabut [29]:19-20 sebagai cara untuk membenarkan anggapan kelirunya bahwa Adam bukan manusia pertama, dengan mengemukakan pada halaman 28-29 bukunya tersebut sebagai berikut:
“Lantas, bagaimana penciptaan manusia pada awal dulu, penjelasan di atas hanyalah proses penciptaan manusia setelah ada manusia lain, yakni manusia laki-laki dan perempuan. Kalau mengacu pada kutipan ayat 19-20 dalam surah al-Rum di atas, maka Allah kembali menjelaskan bahwa penciptaan manusia sekarang sama seperti penciptaan manusia pada awalnya, yakni melalui manusia lainnya. Penjelasan dalam kata tsumma yu’iduhu ( ثُمَّ يُعِيْدُهُ ) berarti mengulangi kembali proses penciptaan manusia yang sebelumnya telah dilakukan, dan kalimat tsumma Allahu yunsyi’u nasy’at al-akhirah( ثُمَّ اللهُ يُنْشِئُ النَشْأَةَ الآخِرَةِ ) yang berarti menjadikan sekali lagi mengandung arti bahwa Allah begitu mudah menciptakan manusia sekali lagi (berkali-kali) setelah penciptaan pada awal mula. Dengan demikian, penciptaan manusia pertama juga melalui proses sebagaimana dijelaskan di atas. Kalau demikian adanya, siapa manusia pertama kali? Allah menjelaskan bahwa manusia yang diciptakan pertama adalah Adam, yang diciptakannya dari tanah pula. Apakah kita akan berfikir dan berangan-angan bahwa Allah mengukir tanah seperti tembikar (gerabah) lalu meniupkannya roh sehingga bisa hidup? Tentu tidak, Allah menciptakan manusia menganut sunnatullah (hukum-hukum penciptaan) yang melalui proses dan tahapan”.
1. Bahwa sebelumnya, penyebutan surahal-Rum [30] ayat 19-20pada halaman 25-26 denganteks ayat dan redaksi terjemahan yang berbunyi :
أَوَ لَمۡ يَرَوۡاْ كَيۡفَ يُبۡدِئُ ٱللَّهُ ٱلۡخَلۡقَ ثُمَّ يُعِيدُهُۥٓۚ إِنَّ ذَٰلِكَعَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ ١٩قُلۡ سِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ بَدَأَ ٱلۡخَلۡقَۚ ثُمَّ ٱللَّهُ يُنشِئُ ٱلنَّشۡأَةَ ٱلۡأٓخِرَةَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٢٠
(19) Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. (20) Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannyasekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
adalah salah.Teks ayat dan redaksi terjemahan tersebut adalah teks ayat dan redaksi terjemahan surah al-Ankabut [29]: 19-20 bukan surat al-Rum [30] ayat 19-20.
2. Bahwa redaksi penyusun buku: “Penjelasan dalam kata tsumma yu’iduhu ( ثُمَّ يُعِيْدُهُ ) berarti mengulangi kembali proses penciptaan manusia yang sebelumnya telah dilakukan” ini berarti bahwa proses penciptaan Adam merupakan proses penciptaan tersendiri,bukan melalui kelahirannya dari seorang ibu.Pendapat penyusun ini langsung bertentangan dengan uraian penyusun sendiri pada halaman 29 alinea berikutnya (alinea 2) yang menyebut ‘orang tua Adam adalah manusia yang belum sampai derajat kecerdasan tinggi sebagaimana “keinginan” Allah untuk dijadikan khalifah di bumi’.
Banyaknya pendapat penyusun buku yang saling bertentangan,baik dalam satu uraian dan antar bagian sebagai akibat dari cara penyusunan yang dilakukan secara kolektif, yang memang diakui sendiri oleh penyusun dalam Kata Pengantar buku tersebut halaman xi dengan menyebutkan:
“… beragam cara berfikir masuk ke dalamnya sehingga membuat tim editor kesulitan dalam menyelaraskan pemikiran dan pendapat yang beragam itu. Mungkin di sana sini masih dapat dirasakan adanya perbedaan dan keberlainan antar bagian dalam tafsir ini.”
menjadikan buku tafsir tersebut justru membawa pembacanya pada kebingungan kontradiksional yang menyesatkan, karena pembaca tidak akan pernah memperoleh gambaran yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Bahwa pendapat penyusun yang didasarkan pada kalimat “tsumma yu’iduhu ( ثُمَّ يُعِيْدُهُ) berarti mengulangi kembaliproses penciptaan manusia yang sebelumnya telah dilakukan“ menyimpang jauh dari pokok pembicaraan sural al-Ankabut (29): 19-20 itu sendiri. Sebab pokok pembicaraan ayat ini adalah Allah menghidupkan kembali manusia dari alam kuburnya kelak di hari kiamat, sekali-kali bukan mengenai penciptaan Adam AS. Hal ini dijelaskan dengan sangat terang dalam kitab-kitab tafsirmu’tabar tentang tafsir sural al-Ankabut (29): 19-20 tersebut, sebagai berikut:
1.Tafsir Al-Muyassar
التفسير الميسر – (ج 7 / ص 141)
أولم يعلم هؤلاء كيف ينشئ الله الخلق من العدم، ثم يعيده من بعد فنائه، كما بدأه أول مرة خلقًا جديدًا، لا يتعذر عليه ذلك؟
Apakah orang-orang kafir tidak tahu bahwa Allah menciptakan makhluk dari tidak ada menjadi ada, dan kelak menghidupkannya kembali setelah matinya sebagaimana Allah dahulu berkuasa menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada, dengan ciptaan yang baru, dan tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi-Nya?
2.Tafsir Al-Muntakhab
المنتخب – (ج 2 / ص 194)
قد رأوا وعلموا أن الله يُبدئ الخلق ثم يُعيده ، فكيف ينكرون البعث فى اليوم الآخر للحساب والجزاء؟
Orang-orang kafir itu tahu bahwa Allah yang memulai penciptaan, kemudian menghidupkannya kembali, lalu mengapa mereka mengingkari adanya kebangkitan pada hari kiamat untuk diadili dan menerima pembalasan.
3.Tafsir Ibnu Katsir
تفسير ابن كثير – (ج 6 / ص 270)
يقول تعالى مخبرًا عن الخليل عليه السلام، أنه أرشدهم إلى إثبات المعاد الذي ينكرونه،
Allah memberitahukan kepada orang-orang kafir yang mengingkari adanya hari kebangkitan, bahwa hari kebangkitan itu sudah pasti.
4.Tafsir Ath-Thabari
تفسير الطبري – (ج 20 / ص 20)
(ثُمَّ يُعِيدُه) يقول: ثم هو يعيده من بعد فنائه وبلاه، كما بدأه أوّل مرّة
Dan kelak menghidupkannya kembali setelah matinya sebagaimana Allah dahulu berkuasa menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada.
5. Tafsir Al-Baghawi
تفسير البغوي – (ج 6 / ص 237)
{ ثُمَّ يُعِيدُهُ } في الآخرة عند البعث
Allah menghidupkan kembali di akhirat pada hari kebangkitan.
6.Tafsir Ad-Durul Mantsur
الدر المنثور – (ج 8 / ص 32)
{ ثم يعيده } قال : يبعثه
Allah menghidupkan kembali di akhirat pada hari kebangkitan.
7.Tafsir Al-Kasyaf
الكشاف – (ج 5 / ص 198)
{ ثُمَّ يُعِيدُهُ } وإنما هو إخبار على حياله بالإعادة بعد الموت
Allah memberitahukan adanya kekuasaan-Nya untuk menghidupkan kembali manusia yang telah mati.
8. Tafsir Al-Baidhawi
تفسير البيضاوي – (ج 4 / ص 468)
{ ثُمَّ يُعِيدُهُ } إخبار بالإِعادة بعد الموت
Allah memberitahukan adanya kekuasaan-Nya untuk menghidupkan kembali manusia yang telah mati.
Sangat jelas arti dan pemaknaan yang diungkapkan oleh para ahli tafsir mu’tabar terhadap kata “yu’iiduhu“ dalam ayat tersebut yaitu bahwa yang dimaksud dengan “mengulangi“adalah menghidupkan kembali manusia yang telah mati kelak di hari kiamat.
Tafsiran kata yu’iiduhu yang dikemukakan penyusun buku TAFSIR AT-TANWIR tersebut menyesatkan umat, oleh karena menyimpangkan kata yu’iiduhutersebut dari makna yang sebenarnya “menghidupkan kembali manusia yang telah mati kelak di hari kiamat”,menjadi“mengulangi kembaliproses penciptaan manusia yang sebelumnya telah dilakukan”yang sama-sekali tidak ada kaitannya dengan kebangkitan manusia pada hari kiamat. Padahal diketahui bahwa adanya kebangkitan pada hari kiamat termasuk salah satu rukun iman, yaitu mempercayai adanya hari akhirat. Penyimpangan sedemikian ini mempengaruhi dan berpotensi merubah akidah umat Islam dari keyakinan kepada yang ghaib kepada hal yang tidak ghaib, sehingga dapat memurtadkan umat dari akidah Islam yang benar. Oleh karenanya uraian tafsir tersebut dapat membahayakan umat yangterkategorikan sebagai sesat dan menyesatkan.
Bahwa kalimat pada uraian buku TAFSIR AT-TANWIR pada halaman 28-29 sebagaimana dikutip di atas
“…, maka Allah kembali menjelaskan bahwa penciptaan manusia sekarang sama seperti penciptaan manusia pada awalnya, yakni melalui manusia lainnya.”
yang maksudnya dinisbatkan pada penciptaan Adam AS, maka penyusun buku tersebut beranggapan bahwa pencipataan AdamAS sebagai manusia pertama sama dengan penciptaan manusia sekarang yang menjadi keturunannya, anggapan itu bertentangan dengan firman Allah, QS. Ali ‘Imran : 59
إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ ٱللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَۖ خَلَقَهُۥ مِن تُرَابٖ ثُمَّ قَالَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٥٩
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.
Anggapan penyusun buku tafsir ini menyalahi akidah umat Islam bahwa proses penciptaan Adam tidak sama dengan manusia sesudahnya sampai sekarang. Mengingkari atau menyangkal proses penciptaan Adam dari tanah berdasarkan nash ayat tersebut sama halnya mengingkari firman Allah itu sendiri yang berimplikasi murtad secara i’tiqodi.
Majelis Mujahidin, Jl. Karanglo No.94, Kotagede, Yogyakarta.
(azmuttaqin/arrahmah.com)