JAKARTA (Arrahmah.com) – Para alim ulama Jakarta dan sekitarnya peserta Majelis Buhuts Al Islamiyah berdiskusi dan berdialog dengan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Rokhmat S. Labib (Ketua DPP HTI), M. Ismail Yusanto (Jubir HTI), Wahyudi Al Maroky (Ketua DPP HTI), Tisna As-Sirbuni (Ketua DPD HTI DKI Jakarta, membahas tentang haramnya kepemimpinan kafir bagi umat Islam di Aula Masjid Baiturrahman Tebet Jaksel,.Kamis (25/8/2016).
Dalam forum diskusi tersebut, para alim ulama telah menghasilkan kesepakatan:
a. Menolak orang kafir dipilih dan diangkat sebagai pemimpin; b. Menyerukan kepada segenap kaum muslimin untuk benar-benar memperhatikan ketentuan syariah tentang kepemimpinan termasuk haramnya memilih pemimpin kafir; c. Mengajak seluruh umat Islam, utamanya para ulama dan tokoh masyarakat, untuk bersama-sama berjuang dengan sungguh-sungguh menegakkan syariah secara total dalam naungan khilafah rasyidah.
“Kewajiban ulama sebagai warasatul anbiya‘ adalah menyampaikan yang haq dan menolak yang bathil, amar ma’ruf nahi munkar dan mengoreksi penguasa (muhasabah lilhukkaam), dan selalu memperhatikan urusan-urusan kaum muslimin (ihtimam biamri al muslimin). Dan dalam pandangan Islam haram memilih dan mengangkat orang kafir menjadi pemimpin bagi kaum muslimin sebagaimana firman Allah SWT “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman” (QS An-Nisaa: 141),” jelas KH M. Shoffar Mawardi, Khadimul Ma’had Daarul Muwahid, Srengseng Jakarta Barat.
Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa,”Haramnya mengangkat orang kafir menjadi pemimpin telah menjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama, Ibnu Hazm (456 H) berkata ‘Dan mereka (para ulama) telah sepakat bahwa kepemimpinan tidak diperbolehkan! bagi perempuan, orang kafir, anak kecil yang belum baligh dan juga tidak diperbolehkan bagi orang gila’ (maratib al-ijmaa hal. 208).”.
Sementara M. Ismail Yusanto menjelaskan.*”Islam sebagai sistem kehidupan dari Allah SWT adalah satu-satunya sistem kehidupan yang terbaik dan tidak ada sistem yang lebih baik darinya. Untuk mewujudkan Islam rahmat bagi segenap alam dan seisinya termasuk manusianya, maka syaratnya Islam harus diterapkan secara total menyeluruh (kaffah), dan agar dapat kaffah maka harus ada pemimpin yang menerapkannya, sebagaimana Al-Imam al-Nawawi dalam Rawdhat al-Thalibin wa Umdatu al Muftin: ‘menjadi keharusan bagi umat adanya seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela orang yang dizhalimi, menunaikan hak dan menempatkan hak pada tempatnya’. Oleh karenanya syarat penting pemimpin adalah seorang muslim; dan bila dia bukan muslim, bagaimana mungkin dia dapat menerapkan syariat Islam dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar?”
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)