JAKARTA (Arrahmah.com) – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus. Alasannya, selama ini rokok menimbulkan efek kesehatan yang buruk bagi masyarakat.
“Apalagi dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat akan berhenti merokok dengan kenaikan harga seperti itu,” kata Sekretaris YLKI, Agus Suyatno, lansir CNNIndonesia, Sabtu (20/8/2016).
Wacana kenaikan harga rokok Rp50 ribu bermula dari hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, oleh Hasbullah Thabrany dan rekan-rekannya.
Dari studi itu terlihat keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok. Lewat survei seribu orang, sebanyak 72 persen mengatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp50 ribu dalam satu bungkus. Saat ini harga rokok berada di kisaran Rp10 ribu-20 ribu.
Penelitian ini, kata Agus, semakin menunjukkan bahwa masyarakat ekonomi menengah ke bawah banyak yang mengonsumsi rokok. Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik pada 2007 menunjukkan tingkat pengeluaran tertinggi sebuah rumah tangga setelah beras adalah belanja rokok.
“Ini sangat ironis karena masyarakat meninggalkan kebutuhan yang lebih penting seperti pendidikan dan kesehatan,” kata dia.
Agus juga menegaskan bahwa berkurangnya konsumsi rokok tak akan berdampak kepada pengurangan jumlah karyawan. Alasannya, saat ini industri rokok memang sudah menggantikan tenaga kerja manusia dengan mesin.
“Karena mesin mampu bekerja 50 kali lipat dibandingkan manusia, apabila selama satu menit manusia bekerja menghasilkan satu batang rokok, mesin bisa bekerja menghasilkan 50 batang,” katanya.
Selain itu, kata Ade, dia menyambut baik usulan itu karena kenaikan harga merupakan upaya untuk mengurangi jumlah perokok yang ada di tengah masyarakat.Dari studi itu terlihat keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok. Lewat survei seribu orang, sebanyak 72 persen mengatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp50 ribu dalam satu bungkus. Saat ini harga rokok berada di kisaran Rp10 ribu-20 ribu.
Penelitian ini, kata Agus, semakin menunjukkan bahwa masyarakat ekonomi menengah ke bawah banyak yang mengonsumsi rokok. Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik pada 2007 menunjukkan tingkat pengeluaran tertinggi sebuah rumah tangga setelah beras adalah belanja rokok.
“Ini sangat ironis karena masyarakat meninggalkan kebutuhan yang lebih penting seperti pendidikan dan kesehatan,” kata dia.
Agus juga menegaskan bahwa berkurangnya konsumsi rokok tak akan berdampak kepada pengurangan jumlah karyawan. Alasannya, saat ini industri rokok memang sudah menggantikan tenaga kerja manusia dengan mesin.
“Karena mesin mampu bekerja 50 kali lipat dibandingkan manusia, apabila selama satu menit manusia bekerja menghasilkan satu batang rokok, mesin bisa bekerja menghasilkan 50 batang,” katanya.
(azm/arrahmah.com)