JAKARTA (Arrahmah.com) – Ingin cepat berhaji tanpa menunggu 20 hngga 30 tahun, sejumlah warga negara Indonesia (WNI) memilih berangkat haji lewat Filipina. Hal ini karena negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik ini mempunyai ribuan sisa jatah kuota haji.
Namun alih alih cepat berangkat ke Tanah Suci, sebanyak 177 WNI yang akan menunaikan ibadah haji diamankan pihak imigrasi Filipina, sebelum naik ke pesawat, Jumat (19/8/2016).
Para calon jemaah haji Indonesia itu ditahan di bandar udara Manila, Filipina, karena terbukti menggunakan paspor Filipina untuk berangkat naik haji dari negara tersebut.
Komisaris Imigrasi setempat, Jaime Morente mengatakan, lima orang warga Filipina sebagai pengawal kut ditangkap. Warga Indonesia tersebut menggunakan paspor Filipina yang diduga diberikan oleh pengawal tersebut.
Dilansir Arabnews, Ahad (21/8), mereka membayar sekitar 6.000 sampai 10.000 dollar AS untuk bisa bergabung dengan kuota haji Filipina ke Arab Saudi. Morente menuturkan, mereka diturunkan dari pesawat karena mereka tidak bisa berbahasa Tagalog, bahasa asli penduduk Filipina..
Mereka kemudian mengakui bahwa berasal dari Indonesia. Mereka tiba di Filipina secara terpisah sebagai wisatawan.
Morente menuturkan, 177 warga Indonesia tersebut kini ditahan di pusat penahanan, di kota Taguig City. Koordinasi juga telah dilakukan dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia sebelum dideportasi.
Pemerintah Indonesia meyakini 177 orang calon haji Indonesia itu adalah korban penipuan, sehingga pemerintah Filipina diminta untuk membebaskannya.
“Kita sedang berusaha besok (Senin), mereka bisa dipindahkan ke KBRI. Kita juga melakukan proses untuk mengembalikannya ke Indonesia,” kata Dubes Indonesia untuk Filipina, Johnny Lumintang, lansir BBC Indonesia, Ahad (21/8) malam.
Pemerintah Indonesia dan Filipina sejauh ini terus berkoordinasi untuk mencari tahu pihak yang memberangkatkan 177 orang calon jemaah haji asal Sulawesi Selatan dan sekitarnya ke Filipina, kata Duta besar Indonesia untuk Filipina, Johnny Lumintang.
“Ada (agen) travel yang membawa mereka ke Filipina. Sebelum berangkat (ke Manila), mereka sudah membawa paspor Filipina. Sedang diselidiki (siapa yang mengirimkannya),” ucapnya.
Diduga kuat mereka menggunakan dokumen paspor Filipina karena terbatasnya kuota haji Indonesia, sementara masih banyak kuota haji yang tersisa di Filipina.
“Mungkin ditipulah atau dikasih jalan yang tidak dipahami oleh (agen) travel atau orang-orang yang menjanjikan untuk naik haji dengan mudah,” kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan, Ahad (21/8).
Walaupun menyebut tindakan 177 orang calon jemaah haji Indonesia itu ‘menyalahi’ aturan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan yang harus bertanggung jawab adalah orang-orang yang memberangkatkan mereka ke Filipina.
“Tentu (yang bersalah) adalah yang mengaturnya. Mereka (calon jemaah haji) adalah korban. Mereka tidak tahu,” kata Kalla.
Jusuf Kalla mengakui pembatasan bagi kuota haji Indonesia adalah penyebab utama kemunculan kasus-kasus seperti ini.
Di sejumlah daerah, ada warga Indonesia harus menunggu hingga 20 tahun untuk mendapatkan kesempatan naik haji.
“Pasti ada yang tidak sabar menunggu, (lalu) mencari jalan untuk naik haji. Caranya itu, ya, ke Filipina, yang kuotanya tidak dipakai. Tapi otomatis harus pakai paspor Filipina. Ini salah,” papar Kalla.
Praktek penggunaan paspor negara lain -terutama Filipina, Thailand dan Vietnam- untuk menunaikan ibadah haji diduga sudah sering dilakukan oleh WNI karena terbatasnya kuota ibadah haji, kata seorang pengurus ormas Islam.
“Itu sudah sering terjadi, sudah sejak lama. Ada misalnya travel-travel biro yang bisa memberangkatkan orang. Saya kira itu jaringan,” kata Agus Sunyoto, salah-seorang pimpinan Nahdlatul Ulama, Ahad.
“Saya saat naik haji tahun 2001, bertemu satu keluarga jemaah haji Indonesia yang berangkat dari Thailand,” ungkapnya.
Pada 2016, kuota haji Indonesia dibatasi oleh pemerintah Arab Saudi maksimal 168,000 orang, turun dibandingkan pada 2011 lalu yaitu sebesar 221,000.
Pemerintah Arab Saudi menurunkan kuota haji pada 2016 diduga terkait perluasan komplek Masjidil Haram di kota suci Mekkah.
(azm/dbs/arrahmah.com)