Sebuah kisah nyata dari bumi jihad syam. Kisah tentang seorang pemuda yang mengangkat senjata demi menegakkan izzah islam dan kaum muslimin. Koresponden arrahmah.com menjumpainya di sela-sela pertempuran di kota Aleppo, Suriah.
Ia bernama Khabbab Asy-Syami, seorang pemuda yang berasal dari Idlib. Pemuda ini berakhlaq baik dan juga sangat mudah dalam bergaul. banyak teman seperjuangannya mencintainya karenanya. Dan yang lebih membuat kedekatan diantara mereka, adalah Khabbab suka menghibur teman temannya tersebut dengan candaannya yang menghibur.
Kisah tentang Khabbab adalah kisah seorang pemuda yang berjihad akan tetapi mengangkat sisi yang unik dari seorang manusia.
Ada sebuah peribahasa, “tiada gading yang tak retak”, ungkapan bagi manusia yang tak sempurna dan memiliki kekurangan dalam hal tertentu.
Begitu juga Khabbab, sang Mujahid yang satu ini mempunyai banyak kelebihan, tapi juga punya kelemahan.
Kelemahan dari Khabbab ini adalah ia tidak bisa menahan tidurnya, dan juga susah sekali untuk dibangunkan bila sudah tidur. Orang biasa menyebutnya tidur kebo, untuk tidur yang seperti ini tingkat keparahannya. Hingga terjadi beberapa peristiwa lucu akibat dari kebiasaan buruknya ini.
Khabbab bercerita kepada koresponden arrahmah.com tentang peristiwa yang dialaminya semasa perang di pedesaan Khan Saikhun, provinsi Idlib, pada bulan Oktober tahun 2014 silam.
Kala itu Mujahidin melakukan penyerangan ke basis tentara Syiah rezim Bashar Asad, dan dengan karunia Allah Mujahidin mampu merebut sebuah wilayah dari kekuasaan tentara rezim Bashar Asad, yaitu sebuah desa di pinggiran Idlib yang menjadi markas komando tentara.
Setelah berhasil membebaskan sebuah wilayah, Mujahidin mengendalikan kontrol wilayah tersebut dengan mengadakan penjagaan (ribath) yang memakan waktu berhari-hari.
Khabbab sendiri ikut serta dalam operasi tersebut. Dengan taat dia melaksanakan tugasnya dalam peperangan dan juga ribath.
Tentunya bukanlah suatu hal yang mudah, jadwal kerja yang sangat pedat membuat seluruh Mujahidin lelah, hal ini di ketahui oleh komandan Mujahidin. Sehingga diambil kebijakan untuk ribath bergiliran seluruh anggota Mujahidin. Siapa yang telah selesai perang dan ribath, maka digantikan oleh anggota yang telah mendapat waktu istirahat. Bbegitulah kira kira kebijakan dari komandan Mujahidin.
Singkat cerita karena sudah melaksanakan tugasnya, maka Khabbab mendapatkan gilirannya untuk beristirahat di markas Mujahidin. Mereka menempati sebuah rumah kosong yang kemudian mereka bersihkan, dan selanjutnya mereka jadikan markas.
Nama dari markas itu adalah markas 45 Khan Saikhun.
Tentang nama markas 45 sendiri digunakan nama tersebut untuk mempermudah mengingat suatu nama tempat dan mempermudah panggilan komando.
Markas ini adalah sebuah bangunan berlantai 2, yang ditinggalkan pemiliknya karena perang, yang memiliki banyak ruangan, baik ruangan atas maupun di bawahnya.
Suasana malam itu berbeda dari malam-malam sebelumnya. Jika hari-hari biasanya malam terasa sunyi senyap, tapi malam itu dipenuhi dentuman bom dari tentara rezim.
Hal itu disebabkan Karena mereka kehilangan daerah yang dikuasainya, tentara rezim berusaha menghancurkan markas-markas Mujahidin dengan serangan udara mereka. Alhasil dari pengumpulan data udara, terlacaklah markas 45 Khan Saikhun.
Lewat tengah malam, angkatan udara rezim Asad menerbangkan 2 helikopter untuk menggempur markas 45. Setiap helikopter membawa 3 bom barmil berkekuatan ledak tinggi, dan diperkirakan 1 barmil itu berbobot lebih dari 100 kg. Sebuah senjata pemusnah yang mengerikan.
Kedua helikopter tersebut bergerak menuju ke arah markas 45 Khan Saikhun. Untungnya pergerakan helikopter ini segera diketahui oleh Mujahidin, di sebabkan oleh suara helikopter di udara yang mendekat ke arah markas.
Para ikhwah Mujahidin berteriak kepada teman-temannya yang di dalam markas untuk segera bangun dan meninggalkan markas, karena bahaya mengancam keselamatan mereka. Jumlah mereka kala itu sekitar 20 orang dan Khabbab ada di antara mereka.
Karena dirasa teriakan untuk membangunkan sudah sangat keras, dan dikira semua sudah keluar dari markas, maka komandan regu memberitahukan kepada mereka untuk menyebar mencari tempat perlindungan yang jauh dari markas.
Akan tetapi teriakan keras teman-temannya tak mampu untuk membangunkan Khabbab. Dia masih saja tertidur pulas di salah satu ruangan di lantai bawah markas 45.
Persis sesaat kemudian, selepas Mujahidin berpencar untuk mencari perlindungan, helikopter menjatuhkan semua bom barmilnya ke arah markas 45 Khan Saikhun.
Sebuah pemandangan mengerikan dimana bangunan tersebut dihujani 6 bom barmil sekaligus, untuk melumatkan bangunan tersebut. Markas 45 Khan Saikhun rubuh ke tanah diterpa bom barmil helikopter tentara rezim.
Selepas helikopter pergi menjauh, Mujahidin memeriksa keadaan markas untuk menyelamatkan barang yang masih bisa di selamatkan.
Komandan regu sendiri sibuk mengecek jumlah pasukan yang ada di markas. Sang komandan mulai mengumpulkan anggotanya untuk diketahui keadaan dan keselamatannya. pengecekan berubah menjadi kepanikan saat disebutkan nama Khabbab. Semua ikhwah saling bertanya di mana keberadaannya, sahut menyahut memanggil namanya berharap mendapat jawab dari Khabbab.
Maka dicarilah Khabbab oleh para ikhwah di bawah reruntuhan markas. Semua ikhwah bahu-membahu untuk mencari Khabbab di bawah reruntuhan bangunan. Hampir seluruh ruangan di markas tersebut hancur dan rubuh ke tanah, tapi ada sebuah ruangan yang masih agak utuh. Ruangan tersebut ada di lantai bawah dari bangunan tersebut.
Salah satu ikhwah masuk ke dalam ruangan tersebut untuk mencari keberadaan Khabbab. Diselimuti debu hitam yang sangat pekat dan aroma sisa bahan peledak yang menyengat, sang ikhwah menyingkirkan sisa sisa robohan bangunan.
Akhirnya di temukannya sesosok jasad yang tertimbun tebalnya debu hitam dan kerikil. Jasadnya terlihat masih utuh tanpa luka yang berarti. Sang ikhwah mulai membersihkan muka dari jasad tersebut, dan tampaklah muka Khabbab terbujur kaku layaknya orang yang meninggal dunia. Seketika pecahlah suasana hening di reruntuhan bangunan itu.
Derai tangis sahabat Khabbab dan teriakan takbir menyeruak menyambut gugurnya syuhada.
“Khabbab syahid! Khabbab syahid! Khabbab syahid!” Teriakan para ikhwah sambil menggotong jenazah Khabbab.
Mobil ambulans yang beberapa saat sesudah kejadian dipanggil oleh Mujahidin, segera mempersiapkan mengangkut Khabbab ke RS. Kemudian dengan didampingi beberapa temannya, jenazah Khabbab segera meluncur pergi dari tempat kejadian. Mobil ambulans melesat dengan sangat kencangnya disertai riungan sirine .
Akan tetapi perjalanan di Suriah bukanlah seperti perjalanan di negeri aman, jalan-jalan di negara ini sangatlah buruk pasca terjadinya perang. Banyak sekali lubang di jalan dan sebagian aspal terkelupas. Tiba di suatu lubang yang dalam, sang supir ambulans telat menginjak rem dan terjadilah goncangan yang keras pada mobil ambulans tersebut.
Jasad Khabbab terpelanting dari ranjang ambulans. Mata Khabbab terbuka, dan berteriak: “Aduh, dimana saya?” Sambil wajahnya memandang ke segala penjuru.
Sontak seluruh teman terkejut dengan peristiwa itu. Bagaimana mungkin mayat yang telah mati bisa hidup kembali. Namun keterkejutan mereka tak berlangsung lama, berubah menjadi ledakan tawa. Menertawakan Khabbab yang dikira sudah mati, ternyata hanya tertidur.
Salah seorang teman kemudian bertanya kepada Khabbab;
“Hai Khabbab, kamu tadi dengar nggak suara ledakan barmil?”
Khabbab menjawab, disertai senyum meringis: “Tidak tuh!”
Jawaban itu membuat temannya semakin tertawa lebar, seakan tidak percaya ada orang yang masih tetap tertidur pulas saat dihujani bom barmil.
Selanjutnya Khabbab juga menceritakan tentang suatu peristiwa peperangan, dimana dia ikut andil menyertai peperangan tersebut. Ghazwah Masyasna (perang Masyasna). Adalah nama perang yang dinisbatkan terhadap nama suatu desa di pinggiran provinsi Hama, dimana Mujahidin mulai merangsek maju untuk merebut Hama secara keseluruhan, yang dimulai dari pinggiran provinsinya.
Strategi yang dipakai oleh Mujahidin dalam peperangan ini adalah peperangan senyap. Dengan kekuatan beregu yang mengendap tanpa terdeteksi musuh, maju hingga ke pos-pos pertahanan mereka, dan menyerang secara kilat.
Cara ini dipilih oleh amir asykari Mujahidin mengingat cocoknya lokasi dengan cara ini, dan keuntungan dari strategi ini amatlah besar. Maka dipersiapkanlah satuan regu untuk menyusup ke jantung pertahanan musuh tanpa suara sedikitpun.
Sebagai pemimpin dalam satuan tersebut adalah Abu Adil (seorang komandan yang berpengalaman). Dia membawahi beberapa Mujahid yang terpilih dalam operasi tersebut. Setelah diadakan seleksi, maka terkumpullah Mujahidin pilihan yang dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas berat ini. Dan ternyata Khabbab masuk dalam jajaran orang yang terpilih.
Tanpa membuang banyak waktu untuk pelaksanaan operasi tersebut, Abu Adil segera membawa regu pasukannya untuk masuk ke jantung pertahanan tentara musuh. Mmereka berjalan sangat hati-hati hingga tidak mengeluarkan suara, kadang harus berhenti untuk memantau kondisi, terkadang pula harus merayap demi menghindari pandangan musuh yang berjaga-jaga.
Selangkah demi selangkah, akhirnya sampai juga mereka tepat di depan doshma (bunker) musuh. Persisnya adalah sebuah gundukan tanah yang dibuat setinggi 2 meter, membentang luas memagari suatu wilayah.
Sang amir menyuruh seluruh anggotanya untuk berbaring di tepian doshma, dan mengutus salah satu anggotanya untuk masuk mengecek keadaan di dalam wilayah musuh.
Maka berangkatlah sang utusan pengintai tersebut untuk masuk ke dalam wilayah musuh, serta akan memberi kabar nantinya tentang posisi pertahanan musuh yang akan diserang.
Waktu berjalan, detik ke detik berlalu sampai akhirnya lewat beberapa jam. Regu pasukan menunggu dengan cemas kabar dari tim pengintai. Sambil berbaring di gundukan tanah, mereka saling berdoa dan berharap keselamatan.
Tapi rupanya berbeda dengan Khabbab, dia tertidur pulas karena tidak mampu menahan rasa kantuknya. Posisi berbaring nampaknya membuatnya terbang ke alam mimpi.
Yang ditunggu akhirnya datang juga, tim pengintai mengabarkan bahwa posisi musuh sangatlah kuat. Dan tidak memungkinkan untuk mengadakan operasi pada malam tersebut. Setelah berdiskusi sejenak dengan Abu Adil sebagai pimpinan regu, maka diputuskan operasi penyerangan pada malam itu dibatalkan.
Segera diberitahukan kepada semua anggota untuk mundur untuk mengatur strategi baru yang cocok. Ketika melihat Khabbab sedang tertidur, sang amir jadi terheran-heran. Bisa bisanya orang ini tidur di tempat yang sangat berbahaya seperti ini. Padahal semuanya diselimuti perasaan takut akan ketahuan musuh.
Maka digoncang-goncangkan tubuh Khabbab oleh Abu Adil.
“Bangun yaa Khabbab,” suara Abu Adil lirih disertai goncangan tangannya berusaha membangunkan. Tapi ia sangat susah dibangunkan, dia tidak juga terbangun.
Tak habis akal, Abu Adil membekap mulut dan hidung Khabbab dengan tangannya. Ddibekapnya dengan sekuat tenaga, hingga nampaknya Khabbab sesak kehabisan nafas. Akhirnya bangun juga khabbab dengan cara ini.
Setelah bangun, maka pasukan meninggalkan tempat tersebut untuk mundur ke belakang. Kejadian itu membuat amir geleng-geleng kepala sendiri mengingat kelakuan lucu Khabbab.
Tak berhenti sampai disini saja peristiwa lucu akibat kebiasaan buruk Khabbab.
Pernah suatu saat, Khabbab diberi giliran jaga untuk menjaga markas Mujahidin. Dia mendapat giliran jaga di awal malam. Kebiasaan yang berlaku dalam giliran jaga tersebut adalah, orang yang mendapat giliran jaga akan membangunkan temannya yang beristirahat untuk bergantian giliran jaga. Setiap giliran biasanya antara 2 sampai 3 jam.
Khabbab menjadi orang pertama di awal malam tersebut untuk menjaga keamanan markas. Jam berlalu begitu lambat, malam yang sunyi, dan angin malam yang dingin menusuk, akhirnya membuat Khabbab terjatuh dalam dunia mimpinya. Sampai-sampai khabbab baru terbangun oleh sinar matahari.
Kacau sekali keadaan waktu itu, semalaman markas tidak dijaga, seluruh Mujahid tertidur tanpa ada yang membangunkan dan mereka juga kesiangan.
Amir menjadi marah atas peristiwa tersebut, tapi apa hendak dikata, memang kebiasaan buruk Khabbab ini bukan hal yang disengaja. Mereka hanya bisa tersenyum menanggapi si tukang tidur ini.
Amir akhirnya membuat kebijaksanaan mengenai Khabbab. Di antaranya adalah: Khabbab tidak diberikan jam kerja malam, baik itu perang ataupun ribath, Khabbab diberi pekerjaan hanya di siang hari. Subhanallah, Khabbab bekerja sangat rajin di siang hari, dan termasuk dalam jajaran orang yang sangat sibuk. Tapi dalam kesibukannya tersebut, selalu tersirat senyuman yang sangat manis.
Kebijakan seorang amir yang jitu untuk menempatkan anggota sesuai dengan potensi yang dimiliki dan juga kelemahannya membuat perjalanan Jihad ini berjalan sangat indah.
(ukasyah/arrahmah.com)