WASHINGTON (Arrahmah.com) – Sebuah keluarga Muslim-Amerika menggugat otoritas pendidikan sebesar 50 juta dollar setelah staf sekolah memaksa putra mereka yang berusia 12 tahun untuk mengaku bahwa dia adalah anggota Daulah Islam atau yang lebih dikenal dengan sebutan ISIS dan berencana untuk “meledakkan” sekolahnya.
Gugatan mengatakan Nashwan Uppal, seorang siswa Amerika-Pakistan dengan kesulitan belajar, diinterogasi pada Januari lalu oleh staf senior Sekolah Menengah East Islip, sehari setelah ia diejek oleh siswa lainnya di kantin dengan sebutan “teroris”, lansir MEE pada Rabu (17/8/2016).
New York Post melaporkan, gugatan mengatakan bahwa Nashwan ditarik keluar dari kelas oleh kepala sekolah, Mark Bernard, asistennya Jason Stanton dan seorang pengawas.
“Stanton berulangkali meminta Nashwan untuk mengaku apakah ia seorang ‘teroris’, dan ia membuat bom di rumahnya,” ujar gugatan. Ketika ia mengatakan tidak, Stanton berteriak, “Jangan berbohong kepada kami!”
Gugatan itu menuduh bahwa Nashwan dipaksa untuk menulis pengakuan yang mengatakan bahwa ia merupakan bagian dari ISIS, tahu bagaimana membuat bom dan ia memiliki bom di rumahnya dan ia akan meledakkan pagar sekolah.
Nashwan kemudian diizinkan untuk menelepon ibunya, Nubaisha Amar yang diberitahu anaknya telah bersumpah setia kepada ISIS dan akan meledakkan sekolah.
Polisi mengantar mereka pulang sebelum melakukan pencarian di rumah mereka dan menyimpulkan tidak ada ancaman.
Namun Nashwan tidak boleh menghadiri kelas selama satu minggu dengan tuduhan “tindakan kriminal”, lajut laporan MEE.
Pengacara keluarga, David Antwork mengatakan kepada NYP bahwa anak itu secara emosional telah terluka.
“Para terdakwa telah menginjak-injak hak-hak sipil Nashwan, memarahi dan mempermalukannya dengan memaksa Nashwan untuk mengakui kejahatan yang tidak ia lakukan sementara mengabaikan fakta bahwa ia tak henti-hentinya diganggu dan memiliki keterbatasan,” ujarnya.
Sekolah East Islip tidak memberikan komentar apapun terkait laporan tersebut. (haninmazaya/arrahmah.com)