JAKARTA (Arrahmah.com) – Tokoh Kristiani, mantan anggota DPR dari PDI Perjuangan, dan mantan Panglima Kodam IX/Udayana Mayjen (Purn) Theo Syafei meninggal dunia pada hari Jumat (29/4/2011) sekitar pukul 01.00.
Semasa hidupnya Theo Syafei kerap menghebohkan tanah air dengan ceramah yang mendiskreditkan Islam dan Al-Qur’an. Menjelang ajal, dia diserang kanker otak langka selama setahun.
Menurut Andi Wijayanto, anaknya, mendiang Theo menderita kanker otak langka sejak Juli 2010.
“Di dunia medis dikenal sebagai GBM. Kami konsultasi ke dokter Singapura dan Amerika. Secara medis, (penyakit Theo) sulit ditolong,” kata Andi di rumah duka, Jum’at (29/4). Keluarga memutuskan merawat Theo dengan pengobatan alternatif sejak Oktober 2010.
Kondisi kesehatan Theo menurun sejak Kamis 28 April lalu dan keluarga pun langsung berkumpul sejak pukul 17.00 WIB. “Baru pukul 00.40 Bapak meninggal,” jelas Andi yang dikenal publik sebagai pengamat militer itu.
Jenazah Theo dikuburkan pada hari Sabtu (30/4) di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Theo Syafei menapaki karier dimulai sejak menjadi perwira lulusan Akademi Militer Nasional Angkatan 1965 di Komando Pasukan Khusus, yang waktu itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat, pada 1967. Prestasi militer pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 30 Juni 1941, itu mencapai puncak ketika menjabat Pangkolakops.
Theo Syafei adalah jenderal TNI yang memelopori para perwira TNI memilih jalur politik di PDI Perjuangan. Keputusan Theo masuk dan gabung PDI di awal menyebabkan gerbong mantan TNI dan Polri berduyun-duyun hijrah ke PDI Perjuangan. Di antaranya, Mayjen RK Sembiring Meliala, dan Mayjen Pol Sidarto Danusubroto. Pada Pemilu lalu, Theo menjadi Ketua Tim Sukses capres pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (Megapro).
Karier politiknya diawali dengan menjadi anggota Fraksi ABRI DPR/MPR pada 1995-1997, anggota Komisi I DPR/MPR pada 1995-1996, dan anggota Komisi IX DPR/MPR pada 1996-1997.
Permusuhan Theo Syafei pada Islam
Tahun 1998 silam, nama Theo Syafei menjadi pembicaraan karena kasus ceramah bernuansa SARA. Ceramahnya di hadapan aktivis gereja di Anyer, Jawa Barat, Kupang, dan Nusa Tenggara Timur dinilai menjelek-jelekkan Islam, Al-Qur’an, dan Presiden (waktu itu) Habibie.
Isi ceramahnya amat pedas dan provokatif. Theo menuduh ICMI dan Muhammadiyah akan membentuk negara Islam. Partai-partai Islam seperti Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan, PAN, dan partai Islam lain dituding sebagai bentukan tokoh Golkar, Akbar Tanjung. Harian milik umat Islam, Republika, disebut Theo sebagai “Republik Agama.”
Theo meledek Habibie dan membandingkan Alkitab dengan Al-Qur’an. Theo menghina kitab suci umat Islam sebagai kitab yang tipis, tidak seperti Alkitab (Bibel) milik umat Kristen.
“Al-Qur’an itu adalah buku yang begitu tipis, hanya 30 juz isinya. Hadits itu adalah perbuatan-perbuatan Nabi dan sahabat-sahabat Nabi ketika mereka masih hidup, yang kemudian diingat-ingat, bahwa perbuatan itulah yang harus dicontoh apabila kita tidak menemukan jawabannya di Qur’an. Tidak seperti Alkitab kita, semua kita bisa cari jawabannya di Alkitab, di Qur’an tidak,” ujar Theo bersemangat, sebagaimana ditranskrip oleh Harian Abadi.
Kaset rekaman Theo itu menghebohkan karena beredar luas menjelang Tragedi Kupang 30 November 1998. Theo pun dituding sebagai provokator kerusuhan itu, karena Kaset itu disebut-sebut menjadi pemicu kepada sekelompok umat Kristen di Kupang, sehingga merusak dan membakar madrasah, masjid, dan asrama haji. Ribuan warga muslim yang saat itu hidup damai harus mengungsi.
Tuduhan ini tidak omong kosong. Pasalnya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Nusa Tenggara Timur menemukan kaset rekaman itu telah beredar luas di Kupang sebelum terjadi kerusuhan.
Tabloid Abadi, edisi 24-30 Desember 1998 pun menurunkan kasus kaset Theo tersebut sebagai “Laporan Utama”, lengkap dengan transkrip utuh ceramah. Abadi juga menyebut adanya keterkaitan antara peredaran kaset ceramah dan kerusuhan di Kupang.
Buntut dari ceramah provokatif tersebut, Theo Syafei menuai reaksi keras dari berbagai ormas Islam: KISDI, ICMI, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), KAHMI (Keluarga Alumni HMI), PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia), DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), serta BKSPPI (Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia).
Diwakili oleh Asosiasi Pembela Islam (API), umat Islam mengadukan Theo Syafei ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, (5/1/1999), dengan tuduhan menghina dan mencemarkan nama baik umat Islam Indonesia.
“Pernyataan macam itu tidak cuma memperlihatkan sifat phobia terhadap Islam, melainkan juga menimbulkan ketakutan di kalangan umat Kristen. Ini bisa mengadu domba kelompok beragama,” kata Hamdan Zoelva, Koordinator API, waktu itu.
“Banyak hal yang menyangkut penyebaran permusuhan antarumat beragama. Pidato tersebut sangat provokatif dan bisa memecah-belah umat beragama. Dan itu melanggar Pasal 156 KUHP,” ujar Ketua Harian KISDI saat itu, Ahmad Soemargono.
Menanggapi berbagai tudingan itu, Theo Syafei berkilah bahwa dirinya tak bermaksud melecehkan Islam.
“Bagian dari nama saya, Syafei, berasal dari ayah saya yang bernama Muhammad Syafei yang beragama Islam. Melecehkan Islam sama saja melecehkan keluarga sendiri,” katanya.
Theo Syafei lahir dari pasangan Muhammad Syafei Daeng Mambani dan Khatarina Yonas asal Banda, Maluku. Dengan apologi itu, Theo yang bernama lengkap Syafei Daeng Kulle hendak menjadikan status “putra daerah asal Makassar” sebagai tameng. Theo Syafei yatim saat berusia 11 tahun, sehingga ia diasuh oleh keluarga besar bapaknya yang muslim.
Dari sepak terjangnya melecehkan dan mendeskritkan Islam, masihkah ada celah untuk membela diri?
Imam Bukhari telah meriwayatkan (no. 2498) dari al-Khalifah ar-Rasyid Umar bin al-Khatthab – rodhiyallohu ‘anhu –
“Sesungguhnya dahulu pada masa hidup Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam manusia dihukumi dengan wahyu. Dan sekarang wahyu telah terhenti. Maka sekarang kami hanyalah menghukumi kalian dengan yang nampak bagi kami dari amalan kalian. Barangsiapa menampakkan kebaikan kepada kami, niscaya akan kami berikan keamanan dan kami dekatkan dia. Bukanlah urusan kami apa yang ada dalam batinnya. Allah yang akan memperhitungkan batinnya. Dan barangsiapa menampakkan keburukan kepada kami, niscaya kami tidak akan memberikan keamanan kepadanya, dan tidak akan membenarkannya, meskipun dia mengatakan bahwa batinnya itu baik.”
Dari lahiriyah jelas kita tahu kebencian Theo Syafei kepada Islam. Maka seperti itulah kita memberikan kedudukan padanya sebagai musuh Islam.
Wallahu a’lam. Biarlah Allah Yang Maha Adil memberi balasan atas apa yang telah Theo perbuat semasa hidupnya. (rasularasy/arrahmah.com)