(Arrahmah.com) – “Anggapan bahwa sekularisme membawa kemajuan bagi Turki itu mitos. Sekularisme hanya mampu kokoh pada Turki melalui kekuatan dan kekerasan. Penghinaan yang dilakukan Amerika dan Uni Eropa akan berlanjut bagi Turki kecuali jika negara itu melepaskan diri dari belenggu sekularisme dan kembali pada Khilafah. Hanya dengan menegakkan kembali Khilafah setelah diruntuhkan Barat 92 tahun yang lalu, keterpurukan politik, ekonomi dan internasional Turki bisa dihentikan,” kata Ustadz Umar Syarifudin Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri.
Turki mengalami letupan demi letupan, gairah rakyat Turki untuk kembali kepada Islam makin kuat. Kaum sekuler makin menepi. Namun Turki masih dalam bayang-bayang hegemoni AS dan Uni Eropa. Terkait Turki sebagai model politik maka jelas bahwa perpaduan Islam dengan sekularisme merupakan satu jenis rekayasa Barat. Adapun Turki sebagai model ekonomi maka ini hanyalah salah satu tipuan yang tampak jelas di hadapan para pemikir dan politisi.
Harusnya dan seharusnya Turki membebaskan Suriah dari intervensi Barat. Tugas militer Turki bukanlah untuk melindungi batas-batas negara yang palsu dan berbahaya yang dibentuk oleh rezim dan kekuasaan Kuffar setelah mereka menghapus institusi persatuan dan perisai yang melindungi umat, Khilafah. Militer Turki, yang merupakan bagian utama dari tentara Islam, hanya akan bertindak dengan benar jika digunakan untuk melawan para musuh di negeri Suriah. Jika jelas merupakan tindakan aktif yang melindungi umat Islam, tidak peduli dari manakah mereka datang atau di mana mereka berada.
Hendaknya para penguasa Turki mengerti tentang bahasa yang pantas untuk kaum kafir pendudukan Yahudi. Berbeda dengan sikap tegas yang dipraktekkan oleh para khalifah kaum Muslim terhadap siapapun yang menduduki dan menyerang negeri-negeri kaum Muslim, dimana hal itu tercermin dalam ungkapan: “Jawabannya adalah apa yang Anda lihat, bukan apa yang Anda dengar.” Pernyataan itu kemudian diikuti dengan menggerakkan tentara yang akan menghancurkan kaum kafir pendudukan, dan tidak menyisakan sedikitpun. Bahkan para penguasa Turki tidak ingin ada bahsasa seperti ini dalam kamus mereka, dan juga ingin tindakan-tindakan seperti itu ada dalam catatan-catatan mereka.
Kantor berita “Ma’an” 2010 melaporkan bahwa hubungan perdagangan “Israel” dan Turki tidak terpengaruh oleh peristiwa pembajakan armada kapal kebebasan oleh Zionis Yahudi. Dan hubungan ekonomi berada di luar konteks krisis dalam hubungan diplomatik Turki dengan Israel.
Sebuah nasehat bahwa setiap hubungan dalam bentuk apapun dengan entitas Yahudi yang dilakukan oleh rezim-rezim yang menguasai kaum muslim adalah pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta terhadap orang-orang mukmin, sama saja apakah itu berupa hubungan politik, ekonomi, militer, atau lainnya.
Kritikan Erdogan atas pendudukan Israel adalah upaya maksimal yang dapat dilakukan para penguasa Turki, padahal Turki dikenal sebagai “Negara yang memiliki sejarah yang terbentang selama ratusan tahun.” Bahkan Erdogan sering mengingatkan masa kejayaan para khalifah Utsmaniyin yang begitu ia banggakan dalam pernyatannya, sementara hari ini Turki masih mengadopsi sistem sekulerisme peninggalan Ataturk. Hendaknya Turki kembali ke akar sejarahnya, yakni tampilnya kembali Khilafah Islamiyah sebagai kekuatan tunggal untuk menyatukan seluruh umat Islam dan menyelamatkan dunia dari penjajahan dan penjarahan. Hendaknya umat Islam tetap mawas dan waspada agar tidak dikelabuhi terus menerus oleh Barat dalam berbagai bentuknya. Hendaknya umat bersegera mengambil jalan Islam dengan tegaknya khilafah Islamiyah sebagai jalan kebangkitan.
Ainun Dawaun Nufus, MHTI Kab. Kediri (Pengamat sosial dan pendidikan)
(*/arrahmah.com)