KAIRO (Arrahmah.com) – Rezim Mesir pimpinan Abdel Fattah Al-Sisi mengatakan pada Selasa (12/7/2016) bahwa para Imam harus membaca persis (identik) khutbah mereka yang telah dikirimkan setiap minggunya sebagai bagian dari kampanye rezim melawan “ekstrimisme”. Hal ini memicu kritikan dari beberapa ulama.
Kementerian agama sejak 2014 telah menyediakan topik untuk khutbah di shalat Jum’at, namun aturan baru semakin membatasi gerak para imam di seluruh negeri karena mereka diharuskan membaca dari naskah yang sama.
“Tidak ada yang tidak setuju selama pertemuan pejabat pada Selasa dan semua menerima instruksi baru tanpa insiden,” klaim pejabat kementerian agama untuk provinsi Qalyubiya, Sabry Dowaidar seperti dilansir Reuters.
“Menteri (Muhammad Gomaa) mengatakan ia akan memulai dengan dirinya sendiri dan menyampaikan khutbah Jum’at depan.”
Seorang perwakilan dari provinsi yang berbeda mengatakan khutbah akan ditulis oleh para pejabat kementerian dan ulama senior dari Al-Azhar.
Para pejabat rezim Mesir mengklaim langkah tersebut dilakukan untuk memaksa para imam untuk tetap berada dalam jalur dan memastikan mereka tidak “kehilangan kereta pemikiran mereka”.
Beberpaa ulama menyuarakan kemarahan mereka atas aturan tersebut, mengatakan bahwa hal itu bisa mencegah para pengkhutbah berbakat untuk bersinar dan bahwa masyarakat memiliki permasalahan dan ketertarikan yang berbeda yang harus dibahas di dalam Masjid-masjid lokal.
“Dimana-mana di Mesir, di seluruh kota atau desa, memiliki keadaan berbeda. Sebuah desa tertentu mungkin memiliki masalah perampokan dan para khotib harus memberi nasihat mengenai pencurian. Di tempat lain, mungkin pembunuhan merajalela, dan itulah yang harus dibahas,” ujar Abdelsalam Mahmoud, seorang imam Masjid di kota Luxor, selatan Mesir.
Pemimpin rezim Mesir, Abdel Fattah Al-Sisi yang berkuasa setelah memimpin kudeta militer untuk menggulingkan presiden Muhammad Mursi, telah membuat wacana “reformasi agama” dan memerangi “ekstrimisme” sebagai prioritas.
Pada tahun 2013, kementerian agama memecat 55.000 pengkhutbah yang tidak mendapat otorisasi dari Al-Azhar, tak lama setelah militer melancarkan kudeta. Mereka dituduh menghasut kekerasan dan menyebarkan pandangan “ekstrimis” dan mendukung Ikhwanul Muslimin. (haninmazaya/arrahmah.com)