LONDON (Arrahmah.com) – Inggris melanggar hukum internasional ketika menginvasi Irak pada 2003, wakil perdana menteri pada saat itu, John Prescott, mengatakan pada Ahad (10/7/2016) di tengah laporan kritis tentang keputusan untuk pergi berperang, sebagaimana dilansir Daily Mail.
Sebuah penyelidikan tujuh tahun menyimpulkan pada Rabu lalu bahwa justikasi, perencanaan dan penanganan Perang Irak oleh mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair penuh dengan kesalahan.
Delapan bulan sebelum invasi Irak tahun 2003, Blair mengatakan kepada mantan Presiden AS George W. Bush “saya akan bersamamu, apa pun itu”, yang akhirnya Blair mengirimkan 45.000 tentara Inggris untuk berperang tanpa sama sekali melalui opsi perdamaian terlebih dulu.
Prescott, menulis di surat kabar Sunday Mirror, mengatakan bahwa sekarang dia harus mengubah pandangannya tentang legalitas perang dan mengkritik Blair yang mencegah para menterinya untuk membahas apakah perang tersebut layak dilakukan
“Pada tahun 2004, Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan mengatakan bahwa karena perubahan rezim menjadi tujuan utama dari Perang Irak, hal itu adalah ilegal. Dengan sangat sedih dan marah, sekarang saya percaya bahwa dia benar,” tulis Prescott.
“Saya akan hidup dengan ikut menanggung beban membuat keputusan berperang dan bencana besar yang ditimbulkannya, selama sisa hidup saya”, kata Prescott.
Banyak warga Inggris ingin Blair diadili secara kriminal akibat tindakannya tersebut. Perang Irak telah menewaskan 179 tentara Inggris dan lebih dari 150 ribu warga sipil Irak selama enam tahun.
“Benar-benar menghancurkan,” ujar Prescott.
“Tidak ada satu hari pun yang terlewati tanpa saya memikirkan keputusan yang telah kami buat untuk pergi berperang. Mulai dari pasukan Inggris yang cedera hingga mereka yang mengorbankan nyawanya kepada negara ini. Dan juga 175 ribu warga sipil Irak yang tewas akibat Kotak Pandora yang kami buka dengan cara melengserkan Saddam Hussein,” tegas mantan Wakil PM Inggris itu.
Ia pun kemudian menyampaikan permintaan maaf, terutama kepada keluarga pasukan Inggris yang tewas dalam perang di Irak.
Status perang Irak kembali menghangat setelah Laporan Chilcot yang dirilis pada Rabu 6 Juli lalu. Dokumen itu merupakan hasil investigasi yang dipimpin oleh Sir John Chilcot terhadap kebijakan pemerintah Inggris dalam kurun 10 tahun, terhitung sejak 2001 hingga 2009.
“Jaksa Agung, Lord Goldsmith, datang ke kabinet, secara lisan mengumumkan bahwa itu legal, tapi tidak memberikan dokumentasi,” kata Prescott. “Waktu keputusan itu secara jelas dirancang untuk mengesahkan tindakan untuk pergi berperang.”
Dia mengatakan sekarang jelas bahwa kebijakan terhadap Irak didasarkan data intelijen yang cacat dan penilaian yang tidak pernah dipertanyakan.
Chilcot mengatakan Irak bukanlah ancaman segera, dan penilaian tentang risiko senjata pemusnah massal Irak yang disampaikan sebagai suatu kepastian, sama sekali tidak berdasar.
Prescott menambahkan bahwa ia mendukung keputusan pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn – seorang veteran yang mengkampanyekan anti-perang dan kritikus Blair – untuk meminta maaf atas perang tersebut
(ameera/arrahmah.com)