MANILA (Arrahmah.com) – Presiden terpilih Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan pada Selasa (21/6/2016) bahwa baru-baru ini ia menanyakan kepada duta besar AS apakah Washington akan mendukung Filipina dalam kasus konfrontasi yang mungkin terjadi dengan Cina terkait sengkete Laut Cina Selatan.
Sebagaimana dilansir CTV News, Selasa (21/6), Duterte mengatakan dalam sebuah pidato di sebuah forum bisnis di kota Davao selatan bahwa Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951 antara sekutu tidak secara otomatis mewajibkan Washington untuk segera membantu jika Filipina berkonfrontasi dengan Cina atas sengketa teritorial.
Duterte mengatakan bahwa ia bertanya kepada Duta Besar AS Philip Goldberg dalam pertemuan terakhir, “Apakah Anda bersama kami atau Anda tidak bersama kami?”, Goldberg menjawab, “Hanya jika Anda diserang.”
Di Washington, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengomentari rincian percakapan diplomatik atau kemungkinan AS membantu Filipina terkait sengketa di Laut Cina Selatan. Tapi pihaknya mengatakan bahwa aliansi AS-Filipina adalah “kuat” dan AS akan tetap dalam komitmen perjanjian tersebut.
“Presiden Obama telah menjelaskan bahwa kami akan tetap dalam komitmen kami untuk Filipina, seperti yang kami lakukan terhadap setiap perjanjian pertahanan bersama sekutu,” kata Anna Richey-Allen, juru bicara departemen Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik.
“Pembelaan dan kehandalan kami sebagai sekutu telah terbangun selama puluhan tahun. Selain itu, kami tidak akan mengomentari berbagai hipotesis,” katanya.
Perjanjian itu mengatakan bahwa setiap negara akan “bertindak untuk mengatasi bahaya umum” jika diserang. Sebelumnya, para pejabat Filipina telah menanyakan apakah AS akan membantu jika Filipina masuk ke konfrontasi dengan China atas wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
Goldberg belum berkomentar secara terbuka tentang pertemuannya dengan Duterte.
Perselisihan yang telah lama bergejolak yang melibatkan Cina, Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan dan Brunei telah meningkat setelah Beijing mengubah tujuh terumbu karang yang disengketakan itu menjadi pulau-pulau, termasuk tiga pulau untuk landasan pacu pesawat, di Laut Cina Selatan.
Cina telah melaksanakan program masif di kawasan Laut China Selatan dalam dua tahun terakhir dengan melakukan reklamasi lahan, menimbun pasir di atas terumbu karang dan menambahkan landasan pacu untuk pesawat serta fasilitas militer lainnya.
Beberapa negara khawatir Cina dapat menggunakan pulau-pulau itu secara militer untuk memperkuat klaimnya dan mengintimidasi rivalnya.
Di bawah pemerintaha Benigno Aquino III, Filipina menantang keabsahan klaim Cina di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 dan membawa kasusnya ke pengadilan arbitrase internasional yang sebentar lagi akan diputuskan.
Langkah pemerintahan Aquino itu telah menegangkan hubungan Filipina dengan Beijing.
Duterte mengatakan bahwa ia akan menunggu putusan pengadilan sebelum memutuskan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Tetapi ia mengatakan bahwa ia tidak akan berkonfrontasi secara militer dengan Cina dan berisiko kehilangan tentara Filipina.
“Mengapa saya akan berperang?” Dia bertanya. “Saya tidak akan menyia-nyiakan nyawa orang-orang.”
Duterte mengatakan beberapa manfaat dari memelihara hubungan persahabatan dengan Beijing, termasuk tawaran Cina dalam pembiayaan proyek kereta api di Filipina.
(ameera/arrahmah.com)